Jumat, 12 Oktober 2018

Tugas Mata Kuliah Hukum dan HAM - ESAI



ESAI

DAMPAK KONTRUKTIF DAN DESRUKTIF KEBEBASAN BERAGAMA
DI INDONESIA




Diajukan Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Hukum dan HAM


Disusun Oleh:
ACHMAD THAUFIK
NIM: 16340063




Dosen Pengampu:
FAIQ TOBRONI, M.H.
NIP: 19880402 20181 1 001





ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018




Pendahuluan

Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tapi tetap satu jua begitulah bunyi semboyan negara kita sangat cocok sekali dengan keadaan nyata negeri ini yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, agama. Disini kami sebagai penulis ingin membahas mengenai kebebasan beragama, yang dapat kita ketahui bahwasanya memeluk suatu agama dan kepercayaan adalah kategori hak yang paling dasar . Agama dan kepercayaan ada hak asasi manusia yang paling vital tidak dapat diganggu gugat serta tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun.
Ketika manusia memeluk suatu agama bahwa secara sadar telah menjadikan ajaran agama tersebut sebagai jalan pedoman hidup yang berdasarkan keyakinan bahwa jalan tersebut adalah jalan yang benar, oleh sebab itu yang paling dominan disini adalah karena bersumber dari keyakinan diri, maka ketika  seseorang menentukan suatu agama untuk dirinya adalah hati nurani.
            Membahas mengenai agama perlu diketahui didalam DUHAM, Hak kebebasan beragama digolongkan dalam kategori hak asasi dasar manusia, bersifat mutlak dan berada di dalam forum internum yang merupakan wujud dari inner freedom (freedom to be). Hak ini tergolong sebagai hak yang non-derogable. Artinya, hak yang secara spesifik dinyatakan di dalam perjanjian hak asasi manusia sebagai hak yang tidak bisa ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam situasi dan kondisi apa pun, termasuk selama dalam keadaan bahaya, seperti perang sipil atau invasi militer. Hak yang non-derogable ini dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi manusia. Hak-hak non derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun.


Regulasi Hak Asasi Manusia dalam Beragama

Pasal 18 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.”
Turunan :
·         Pasal 18 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Poitik
1.      Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran.
2.      Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3.      Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.
4.      Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
·         Pasal 20 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Poitik
1.      Segala propaganda untuk perang harus dilarang oleh hukum
2.      Segala tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.
·         Pasal 26 Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Poitik
Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.

Pengadopsian Hak kebebasan beragama dalam Regulasi Hukum di Indonesia
·         Pancasila sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa
·         UUD RI 1945
Pasal 28E
(1)     Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.** )
(2)     Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.**)
(3)      Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28I
(1)     Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.** )
Pasal 29
(1)     Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2)     Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
·         UU RI Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
      Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Pasal 22
(1)Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2)Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.


Dampak Konstruktif Kebebasan Beragama

Adapun dampak konstruktif adanya kebebasan beragama yakni dengan adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dispesifikkan untuk mengatur kebebasan beragama itu sendiri. Beragamnya peraturan perundang-undangan tersebut berfungsi :[1]
a.       Mencegah monopoli atau ketimpangan kepemilikan sumber daya.
b.      Mengurangi dampak negatif dari suatu aktivitas dan komunitas atau lingkunganya.
c.       Membuka informasi bagi publik dan mendorong keseteraan antar kelompok (mendorong perubahan institusi, atau affirmative action kepada kelompok marginal).
d.      Mencegah kelangkaan sumber daya public dari eksploitasi jangka pendek.
e.       Menjamin pemerataan kesempatan dan sumber daya serta keadilan sosial.
f.       Perluasan akses dan redtribusi sumber daya.
g.      Memeperlancar koordinasi dan perencanaan dalam sektor keagamaan.


Dampak Destruktif Kebebasan Beragama

Berbeda diberikan dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang menegaskan pencegahan penyalahgunaan dan penodaan Agama yang secara khusus mengatur perlindungan terhadap agama dan ajarannya bukan pada kebebasan untuk beragama. Secara sepintas jika diperhatikan rumusan pasal 1 UU No,1 /PNPS/1965:
“setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, mengajarkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu;”
Yang menjadi pertanyaan mendasar, penafsiran seperti apa dan kegiatan seperti apa yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Maka dapat diperoleh pemahaman bahwa UU No.1/PNPS/1965 ini memberikan larangan terhadap pihak atau aliran atau organisasi kepercayaan yang melakukan penyimpangan pada ajaran pokok agama yang dianut di Indonesia (6 agama yang diakui menurut Penjelasan Pasal 1 UU No.1/PNPS./1965). Dengan demikian, maka kebebasan berpendapat ataupun mengekspresikan kegiatan keagamaan dibatasi.[2]


Kesimpulan
  
Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir dengan begitu kompleknya masalah tentang budaya khususnya agama. Agama menempati ruang yang unik yaitu bagaimana sebuah hati nurani memilih untuk sebua kepercayaan. Dengan alasan hati nurani tersebutlah nilai suatu agama bisa saja di tafsirkan berbeda-beda oleh setiap insan manusia, termasuk bagaimana sebuah dampak destruktif maupun destruktifnya yang akan di tafsirkan berbeda-beda juga.
Adapun dampak konstruktif adanya kebebasan beragama yakni dengan adanya beberapa peraturan perundang-undangan yang dispesifikkan untuk mengatur kebebasan beragama itu sendiri. Berbeda diberikan dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang menegaskan tentang dampak destruktifnya yaitu pencegahan penyalahgunaan dan penodaan Agama yang secara khusus mengatur perlindungan terhadap agama dan ajarannya bukan pada kebebasan untuk beragama.
Namun pada dasarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak membatasi seseorang membatasi untuk menafsirkan sesuatu hal tentang agama yang mereka percayai, tapi tiap-tiap individu tetap di beri hak untuk menafsirkan apa yang mereka percayai. Namunn kepercayaan pemerintah terhadap rakyatnya itu dianggap celah bagai segelintir orang untuk membuat agama-agama yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan (norma) yang saat ini berjalan di masyarakat (tidak rasional).





[1] Bagir Manan, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta :Alumni, hlm. 47.

[2] Hwian Christianto, Arti Penting UU No. 1/PNPS/1965 Bagi Kebebasan Beragama, Januari 2013, hlm.15.