ESAI
DAMPAK KONTRUKTIF DAN DESRUKTIF KEBEBASAN
BERAGAMA
DI INDONESIA
Diajukan Guna Memenuhi
Tugas Individu
Mata Kuliah Hukum dan HAM
Disusun Oleh:
ACHMAD THAUFIK
NIM: 16340063
Dosen Pengampu:
FAIQ TOBRONI, M.H.
NIP: 19880402 20181 1 001
ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
Pendahuluan
Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tapi tetap satu
jua begitulah bunyi semboyan negara kita sangat cocok sekali dengan keadaan
nyata negeri ini yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, agama. Disini kami
sebagai penulis ingin membahas mengenai kebebasan beragama, yang dapat kita
ketahui bahwasanya memeluk suatu agama dan kepercayaan adalah kategori hak yang
paling dasar . Agama dan kepercayaan ada hak asasi manusia yang paling vital
tidak dapat diganggu gugat serta tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun.
Ketika manusia memeluk suatu agama bahwa secara
sadar telah menjadikan ajaran agama tersebut sebagai jalan pedoman hidup yang
berdasarkan keyakinan bahwa jalan tersebut adalah jalan yang benar, oleh sebab
itu yang paling dominan disini adalah karena bersumber dari keyakinan diri,
maka ketika seseorang menentukan suatu agama untuk dirinya adalah
hati nurani.
Membahas
mengenai agama perlu diketahui didalam DUHAM, Hak kebebasan beragama
digolongkan dalam kategori hak asasi dasar manusia, bersifat mutlak dan berada
di dalam forum internum yang merupakan wujud dari inner freedom
(freedom to be). Hak ini tergolong sebagai hak yang non-derogable.
Artinya, hak yang secara spesifik dinyatakan di dalam perjanjian hak asasi
manusia sebagai hak yang tidak bisa ditangguhkan pemenuhannya oleh negara dalam
situasi dan kondisi apa pun, termasuk selama dalam keadaan bahaya, seperti
perang sipil atau invasi militer. Hak yang non-derogable ini
dipandang sebagai hak paling utama dari hak asasi manusia. Hak-hak non
derogable ini harus dilaksanakan dan harus dihormati oleh negara dalam
keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun.
Regulasi Hak Asasi Manusia dalam Beragama
Pasal 18 Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia
“Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan
agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan
kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya,
melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.”
Turunan :
· Pasal 18 Konvenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Poitik
1. Setiap orang berhak atas kebebasan
berpikir, keyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk
menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik
secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau
tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, pentaatan,
pengamalan, dan pengajaran.
2. Tidak seorang pun dapat dipaksa
sehingga terganggu kebebasannya untuk menganut atau menetapkan agama atau
kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan
agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan
berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban,
kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang
lain.
4. Negara Pihak dalam
Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebebasan orang tua dan apabila diakui,
wali hukum yang sah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi
anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka sendiri.
· Pasal 20 Konvenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Poitik
1. Segala propaganda untuk perang harus
dilarang oleh hukum
2. Segala tindakan
yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang
merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan harus
dilarang oleh hukum.
· Pasal 26 Konvenan
Internasional Hak-Hak Sipil dan Poitik
Semua orang berkedudukan
sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa
diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi
apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang
terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul
kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.
Pengadopsian Hak
kebebasan beragama dalam Regulasi Hukum di Indonesia
· Pancasila sila pertama “Ketuhanan
Yang Maha Esa”
· UUD RI 1945
Pasal 28E
(1) Setiap orang berhak
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.** )
(2) Setiap orang berhak
atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap,
sesuai dengan hati nuraninya.**)
(3) Setiap orang
berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.** )
Pasal 29
(1) Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
· UU RI Nomor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak,
hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk
tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Pasal 22
(1)Setiap orang bebas
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
(2)Negara menjamin
kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.
Dampak
Konstruktif Kebebasan Beragama
Adapun dampak
konstruktif adanya kebebasan beragama yakni dengan adanya beberapa peraturan
perundang-undangan yang dispesifikkan untuk mengatur kebebasan beragama itu
sendiri. Beragamnya peraturan perundang-undangan tersebut berfungsi :[1]
a. Mencegah monopoli atau
ketimpangan kepemilikan sumber daya.
b. Mengurangi dampak
negatif dari suatu aktivitas dan komunitas atau lingkunganya.
c. Membuka informasi bagi
publik dan mendorong keseteraan antar kelompok (mendorong perubahan institusi,
atau affirmative action kepada kelompok marginal).
d. Mencegah kelangkaan
sumber daya public dari eksploitasi jangka pendek.
e. Menjamin pemerataan
kesempatan dan sumber daya serta keadilan sosial.
f. Perluasan akses dan
redtribusi sumber daya.
g. Memeperlancar koordinasi
dan perencanaan dalam sektor keagamaan.
Dampak
Destruktif Kebebasan Beragama
Berbeda diberikan dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang
menegaskan pencegahan penyalahgunaan dan penodaan Agama yang secara khusus
mengatur perlindungan terhadap agama dan ajarannya bukan pada kebebasan untuk
beragama. Secara sepintas jika diperhatikan rumusan pasal 1 UU No,1 /PNPS/1965:
“setiap orang dilarang dengan sengaja di muka
umum menceritakan, mengajarkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan
penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu;”
Yang menjadi pertanyaan mendasar, penafsiran
seperti apa dan kegiatan seperti apa yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran
agama itu.
Maka dapat diperoleh pemahaman bahwa UU
No.1/PNPS/1965 ini memberikan larangan terhadap pihak atau aliran atau
organisasi kepercayaan yang melakukan penyimpangan pada ajaran pokok agama yang
dianut di Indonesia (6 agama yang diakui menurut Penjelasan Pasal 1 UU
No.1/PNPS./1965). Dengan demikian, maka kebebasan berpendapat ataupun
mengekspresikan kegiatan keagamaan dibatasi.[2]
Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik
Indonesia lahir dengan begitu kompleknya masalah tentang budaya khususnya
agama. Agama menempati ruang yang unik yaitu bagaimana sebuah hati nurani
memilih untuk sebua kepercayaan. Dengan alasan hati nurani tersebutlah nilai
suatu agama bisa saja di tafsirkan berbeda-beda oleh setiap insan manusia,
termasuk bagaimana sebuah dampak destruktif maupun destruktifnya yang akan di
tafsirkan berbeda-beda juga.
Adapun dampak
konstruktif adanya kebebasan beragama yakni dengan adanya beberapa peraturan
perundang-undangan yang dispesifikkan untuk mengatur kebebasan beragama itu
sendiri. Berbeda diberikan dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang menegaskan tentang
dampak destruktifnya yaitu pencegahan penyalahgunaan dan penodaan Agama yang
secara khusus mengatur perlindungan terhadap agama dan ajarannya bukan pada
kebebasan untuk beragama.
Namun pada
dasarnya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak membatasi seseorang
membatasi untuk menafsirkan sesuatu hal tentang agama yang mereka percayai,
tapi tiap-tiap individu tetap di beri hak untuk menafsirkan apa yang mereka
percayai. Namunn kepercayaan pemerintah terhadap rakyatnya itu dianggap celah
bagai segelintir orang untuk membuat agama-agama yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan (norma) yang saat ini berjalan di masyarakat (tidak
rasional).
[2] Hwian Christianto, Arti Penting UU
No. 1/PNPS/1965 Bagi Kebebasan Beragama, Januari 2013, hlm.15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar