Demokrasi dalam Prespektif Al-Qur'an
Secara teoritis banyak
yang menganggap bahwa demokrasi adalah
sebuah cara dan usaha untuk menghormati hak asasi manusia. Cara ini dibuat untuk meruntuhkan sistem
pemerintahan yang menganut liberalis atau komunis, agar negara tersebut dapat
menghargai HAM. Pada dasarnya demokrasi ini awalnya berbentuk cara atau suatu
corak bekerja, yang selanjutnya nanti akan dibuat untuk suatu sistem
pemerintahan bagi negara yang akan melepaskan nilai liberal atau komunis dari
dalam sistem pemerintahannya.
Namun
perlu disinggung pula bahwa kebebasan tersebut dapat berangkat dari sebuah
faktor manusiawi seseorang yang ingin eksis dalam hidupnya, sedangkan peraturan
berangkat dari faktor keterbatasan manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya.
Bersamaan
dengan munculnya negara sebagai organisasi terbesar yang relatif awet dan kokoh
dalam kehidupan bermasyarakat, maka pemerintahan mutlak harus ada untuk
membarenginya. Yaitu munculnya keberadaan dua kelompok yaitu pihak yang
memerintahkan dan pihak yang diperintah.
Demokrasi pancasila berusaha untuk
menyeimbangkan apa yang dibicarakan tersebut di muka. Hak-hak individu yang
tertera dalam sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan /perwakilan” harus diseimbangkan dengan sila ketiga “ Persatuan Indonesia “ yang memuat peraturan
dalam mewujudkan kesatuan. Hal ini karena sila-sila Pancasila itu sendiri
memang harus saling kait dan menguatkan.
Akan halnya tanggapan positif umat
islam di Indonesia terhadap keberadaan Pancasila sudah barang tentu tidak dapat
disangkal, karena berbagai ayat – ayat Al-Qur’an sama sekali tidak bertentangan
bahkan mendukung kehadiran falsafah ini, sebagian contoh kita lihat:
Sila
pertama: “Ketuhanan Yang Maha Esa”, berkaitan dengan surat Al
Ikhlas ayat 1 yang berbunyi:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (AL IKHLASH [112]:1)
Dalam realisasinya tampak begitu besar rasa terima kasih umat
Islam karena pemerintah telah membantu membangunkan ribuan buah Masjid Muslim
Pancasila.
Sila kedua: “Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab,” berkaitan dengan surat Ash Shaffaat ayat 25 yang berbunyi:
مَا لَكُمْ لا تَنَاصَرُونَ
"Kenapa kamu tidak tolong-menolong?" ( ASH SHAFFAAT [37]:25 )
Yang mempertanyakan mengapa manusia tidak tolong menolong dalam
kemanusiaan. Dalam realisasinya kita lihat begitu besarnya perhatian pemerintah
pada masyarakat, mereka yang penduduknya melimpah ditransmigrasikan, mereka
yang kewalahan dengan persalinan yang berkepanjangan dikeluarga-berencanakan, yang
kesemuanya tidak dilaksanakan negara-negara modern.
Sila Ketiga: “Persatuan Indonesia”
berkaitan dengan Surat Ali Imran ayat 105 yang berbunyi:
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا
جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,” (ALI
IMRAN[3]:105)
Yang melarang umat Indonesia ini bercerai berai. Dalam
realisasinya tampak kekuatan persatuan bangsa kendatipun kita terdiri dari
berbhineka, ragam suku, bahasa daerah, agama, pulau, adat istiadat dan
kebiasaan.
Sila Keempat: “Kerakyatan Yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan” berkaitan
erat dengan Surat Asy Syuura ayat 38 yang berbunyi:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ
شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ ”Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”
Dalam realisasinya terlihat keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat
mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah, baik daerah yang tingkat I
maupun II hanya sekarang tinggal anggotanya.
Sila Kelima: “Keadilan Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia” Berkaitan dengan Surat An Nisaa ayat 135 yang berbunyi,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ
لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ
غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ
تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرًا “Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu.
Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan
jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.”
Dalam realisasinya diserahkan pada badan peradilan (yudhikatif).
#Daftar Pustaka: Syafiie, Ibu Kencana. 1996. Al-Qur'an dan Politik. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
#Daftar Pustaka: Syafiie, Ibu Kencana. 1996. Al-Qur'an dan Politik. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.