MAKALAH
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN/KEBUDAYAAN
ISLAM PADA MASA
NABI MUHAMMAD
SAW
Disusun
oleh :
ACHMAD THAUFIK
NIM: 16340063
Makalah
Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu
Tugas Mata Kuliah SKI dan Budaya Lokal
Dosen
Pengampu: Siti Jahroh, S.H.I., M.SI.
PROGRAM
STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS
SYARI’AH DAN HUKUM
UIN
SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan
Islam dan Budaya Lokal dengan judul “PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
PERADABAN/KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW” dengan tepat
waktu.
Makalah
ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Yogyakarta, 04 Maret 2017
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejarah
merupakan suatu rujukan yang sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang
lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui kejadian-kejadian yang
terjadi pada masa lalu, terutama bagi umat Islam. Perkembangan Islam pada masa
Nabi Muhammad SAW melalui berbagai macam cobaan dan tantangan yang dihadapkan untuk menyebarkannya. Islam berkembang dengan pesat
hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu
tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam
mempertahankan dan juga dalam menyebarkan Islam sebagai agama Tauhid yang
diridhoi. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan
peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat
bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW merupakan Islam yang luar biasa
pengaruhnya.
Sosok
manusia terpopuler sepanjang masa telah lahir di padang pasir tandus menjelang
akhir abad keenam Masehi. Namanya paling banyak disebut, dan tak tertandingi
oleh tokoh dunia manapun di muka bumi. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri
teladan bagi siapa pun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Ajaran yang
dibawanya menjadi obor penerang bagi setiap pencinta kebenaran. Beliau adalah
Nabi terkahir yang diutus Tuhan kepada umat manusia an menjadi penyempurna dari
ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah terdahulu. Beliau lahir di
tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah yang menjadikan nafsu sebagai panglima,
mempertuhan materi dan kekayaan serta membanggakan nasab dan keturunan. Di
tengah-tengah masyarakat yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat,
beliau nyalakan pelita kebenaran. Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan
dipersatukannnya pula kabilah-kbilah yang terperangkap dalam kotak-kotak ashabiah yang
berserakan dan menyesatkan ke dalam sebuah keluarga besar “Islam”. Dua puluh
tahun lebih beliau bekerja keras dan akhirnya berhasil.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah
kebudayaan/perkembangan Islam pada masa Pra-Nabi Muhammad SAW?
2.
Bagaimana sejarah
kebudayaan/perkembangan Islam ada masa Ke-Rasulan?
C.
Tujuan Makalah
1.
Dapat menjelaskan
pengertian dari sejarah dan kebudayaan Islam.
2.
Dapat menjelaskan
sejarah dari perkembangan dan kebudayaan pada masa Pra-Nabi Muhammad SAW.
3.
Dapat
menjelaskan sejarah
kebudayaan/perkembangan Islam ada masa Ke-Rasulan.
4.
Dapat menyebutkan
karakteristik sejarah kebudayaan/perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad
SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Definisi Sejarah Dan Kebudayaan Islam
2.1
Definisi
Sejarah
2.1.1
Sejarah ditinjau dari pengertian bahasa.
Sejarah dalam bahasa
Arab, disebut Tarikh, artinya Ketentuan waktu-masa (tahun, bulan dan tanggal).
Dalam hal ini, kalau
dihubungkan dengan perkembangan umat manusia, maka sejarah adalah catatan
periodesasi abad ataupun tahun kejadian dari perkembangan umat manusia di
sepanjang zaman.
Sehubungan dengan
pengertian di ats, maka secara resmi, sejarah baru dikenal umat Islam pada
periode khalifah Umar bi Khathab r.a, yaitu pada peristiwa hijrah Rasulullah
SAW dari Makkah ke Madinah. Karena itulah, ketentuan tahun dalam Islam disebut
dengan tahun Hijriah atau diberi huruf abjad awal H.
Ada juga yang berpendapat,
bahwa kata “Sejarah” itu berasal dari bahasa Arab yaitu Syajarah, yang artinya Pohon.
Ini kemungkinan ditinjau dari segi obyek dan operasional sejarah tersebut
ada mengandung konotasi Geneologi,
yakni pohon suatu dinasti, keluarga, yang melahirkan keturunan dikemudian hari
nanti, yang dihiasi dengan bermacam-macam peristiwa.[1]
2.1.1.2 Sejarah ditinjau dari
pengertian Istilah.
Sejarah menurut istilah
(ketentuan ahli sejarah) adalah suatu catatan peristiwa situasi dan kondisi
yang terjadi di masa lampau atau di masa kita sekarang ini, tentang tingkah
laku (hal-ihwal) kehidupan umat manusia.
Menurut Islam
(Al-Qur’an), sejarah umat manusia telah dicatat sejak Nabi Adam a.s dan Siti
Hawa di alam metaphisika (surga), sebelum ada alam pisika (dunia) ini. [2]
2.1.2
Definisi
Kebudayaan
2.1.2.1
Kebudayaan
ditinjau dari pengertian Bahasa
Kebudayaan berasal dari kata yaitu budi dan daya. Budi
yang berarti perasaan yang timbul dari pikiran disertai dengan aktivitas
badaniyah, kemudian menimbulkan tindak-tanduk untuk memenuhi keinginannya, yang
ditujukan untuk kepentingan pribadi maupun masyarakat dan ini berkembang terus
menerus dengan mengandung fungsi jiwa yang tinggi, sedangkan Daya
yang berarti kekuatan untuk mencapai
maksud dan tujuannya di dalam memenuhi keinginannya.[3]
2.1.2.2 Sejarah ditinjau dari
pengertian Istilah.
kebudayaan menurut
istilah, dalah perwujudan dati aktivitas jiwa yaitu cipta (kognisi) rasa
(afeksi) dan karsa (psikomotor), untuk dapat mencapai karya (perkembangan
hidup). Melihat dari keharmonisan dari tri pokok gejala jiwa di atas tadi, maka
obyek kebudayaan, yang mencangkup ruang lingkup operasionalnya, dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar.
-
Pertama : Materiil
Cultuur, atau kebudayaan kebendaan, yang konkret dan nyata, bersifatkan
jasmaniah serta dapat dilihat dan diraba. Misalnya: Lukisan, patung, bangun,
ukiran perkakas pakaian, dan seterusnya.
-
Kedua : geestelijke
Cultuur, atau kebudayaan yang abstrak, bersifat rohaniyah, spiritual, yang
tidak dapat diraba secara nyata, tapi hanya dengan perasaan. Misallkan : seni
suara, filsafat, adat istiadat, tata cara, dan seterusnya.[4]
2.2
Masa
Pra KeRasulan Nabi Muhammad SAW
2.2.1 Masa Kelahiran Muhammad Sampai
Pada Masa Kanak-kanaknya
Tercantum dalam catatan
sejarah, bahwa telah lahir ke dunia ini seorang Nabi (Rasul) penutup. Sekaligus
merupakan suatu dimensi baru dalam dunia sejarah Islam.
Para ahli tarikh
sependapat mengatakan bahwa beliau lahir di kota Makkah. Tapi mereka pada
berbeda menetapkan tanggal lahirnya. Namun akhirnya oleh para ahli sejarah
muslim sepakat menetapkan pada tanggal 12 Rabi’ul awal tahun Gajah bertepatan
tanggal 21 April tahun 571 Masehi.
“Muhammad”, demikian nama
yang diberikan kakek beliau Abdul Muthalib kepada cucunya yang baru lahir dari
ibunya yang bernama Aminah dan ayahnya (almarhum) bernama Abdullah.
“Muhammad” adalah suatu
nama yang belum pernah terdengar di seluruh dunia pada waktu itu. Kakek beliau
memberi nama “Muhammad” artinya terpuji
dengan harapan agar cucunya menjadi orang termulia, terpandang dari sisi
Allah maupun manusia.
Memang, kalau ditinjau
dari segi manusiawinya cukup meyakinkan sebab beliau adalah keturunan Quraisy,
yaitu keturunan bangsawan, keturunan yang tertinggi di kalangan bangsa Arab
pada waktu itu.
Di samping itu, kalau
ditinjau dari silsilahnya, nnyatalah bahwa beliau masih keturunan Nabi Ibrahim
as dan Nabi Ismail as. dalam sebuah hadist pernah beliau bersabda : “Saya
adalah putera dari dua orang yang kurban.” Maksud beliau adalah Nabi Ismail as
yang akan dikurbankan oleh Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad Saw). dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa Nabi Ismail as diganti dengan kibas, sedangkan
Abdullah, menurut hikayat ditebus degan seratus unta.
Beliau lahir dalam
keadaan yatim karena ayahnya wafat waktu eliau dalam kandungan ibunya. Setelah
beliau lahir, maka diserahkan kepada seorang perempuan bernama Halimah untuk
menyusuinya, sejak kecil (bayi) sampai umur anatra 5-6 tahun. Demikian adat
bangsa Arab pada waktu it, bahwa setiap anaknya lahir disusukan kepada orang
lain.
Waktu beliau berumur enam
tahun, ibundanya berkenan mengajak beliau pergi ke Madinah untuk bersilaturahmi kepada
keluarganya di sana, sambil berziarah ke makam ayahndanya.
Semua berjalan dengan
baik. Tapi di luar dugaan, sewaktu pulang ke Makkah, dalam perjalanan,
ibundanya sedikit, sampai di tempat bernama Abwa’ beliau wafat dan dimakamkan
di sana. Kembalilah beliau bersama pembantunya bernama Ummu Aiman ke Makkah,
dan di sana beliau tinggal bersama dengan kakeknya Abdul Muthalib.
Selama dalam asuhan
kakeknya, beliau merasa puas dan tenteram, beliau mendapat kebahagiaan dan
ketenangan jiwa, sebab kakeknya sangat sayang dan cinta kepadanya, sehingga
terhiburlah duka hati beliau, walaupun beliau sebagai seorang yatim piatu. Tapi
pada tahun kemudian tepatnya waktu umur beliau delan tahun, kakek yang
dicintainya itu wafat dalam usia 80 tahun.
Kini beliau diasuh pula
oleh pamannya Abu Thalib (putra Abdul Muthalib atau saudara ayahnya). Pilihan
untuk menjadi anak asuh ini adalah amanat kakeknya Abdul Muthalib sendiri,
walaupun Abu Thalib adalah orang yang tidak mampu di antara saudara-saudaranya.
Namun kelebihan dia adalah mempunyai budi pekerti luhur, dihormati dan disegani
oleh masyarakat. Dan yang paling menguntungkan Rasulullah SAW, adalah pamannya
Abu Thalib, lebih cinta dan kasih sayang kepada beliau, dari pada anaknya
sendiri. Namun demikian, dalam hal tugas keluarga, kemenakannya itu tetap
disamakan dengan anaknya sendiri, seperti menggembala kambing, membantu
pekerjaan rumah tangga dan lain sebagainya.[5]
2.2.2 Masa
Remaja Sampai Perkawinannya
Muhammad kecil calon utusan Allah telah terbiasa pergi menggembala kambing seperti
halnya anak kampung bersama saudara-saudara seusianya. Pengaruh dari pekerjaan
ini sangat besar bagi pertumbuhan kepribadiannya. Sebab pekerjaan ini telah
melahirkan sifat kasih, lembut, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Kemudian
beliau juga berniaga ke Yaman dan Syam. Perniagaan - sebagaimana tidak
disangsikan lagi - adalah suatu
aktivitas yang mendidik pelakunya agar memiliki sifat-sifat seperti yang haru
dimiliki oleh soorang komandan tentara. Sebab, seorang pedagang saat berangkat
bersama khalifah dituntut agar bisa
menjaga dan melindungi barang dagangannya ketika menghadapi gangguan dari para
kabilah Arab. Dengan berangkat ke Syam, maka pengetahuan dan pengalaman bati
Nabi pun menjadi luas tentang keberadaan negeri Syam, etika pergaulan, akhlak
manusia, fenomena-fenomena kehidupan dalam tatanan hidup gaya romawi sesuai
dengan disaksikannya. Sebagaimana dengan berdagang ini beliau pun dapat pelajaran dan pengetahuan tentang
cara-cara orang melakukan transaksi dalam jual beli. Hal ini sungguh besar
sekali pengaruhnya bagi beliau dalam membentuk perundang-undangan sesudah
diutus sebagai Rasulullah.
Aktivitas dagang, kejujuran dan sifat amanah-jujur dan
terpercaya yang telah menjadi jati diri Nabi sejak kecil-telah mengantarkan
beliau untuk berkenalan dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita
terhormat dan kaya raya, sehingga dia berkeinginan agar Nabi berangkat ke Syam
untuk berniaga membawa barang dagangannya. Kepergian beliau untuk berdagang dan
menjual barang dagangan milik Khadijah telah mengantarkan dia memperoleh untuk
besar sekian kali lipat upah dari
keuntungan yang diperoleh sebelumnya.
Maka atas sukses ini Khadijah pun memberi upah kepada beliau sekian kali lipat
upah yang diterima orang lain, bahkan akhirnya dia berketetapan dan memohon
agar Nabi bersedia menjadi suaminya. Ketika itu beliau adalah seorang perjaka
berusia dua puluh lima tahun, sedangkan Khadijah adalah seorang janda berusia
empat puluh tahun. Dikisahkan, bahwa pada waktu itu dia menyampaikan pernyataan
kepada Nabi seraya berkata :”Wahai anak pamanku! Aku sungguh mencintaimu, mengingat kita masih ada tali
kekerabatan dan kedudukanmu di tengah kaummu, juga mengingat sifat amanah,
akhlak terpuji, dan kejujuranmu dalam berbicara”. Dalam perkawinan ini pamannya
yang bernama Abu Thalib telah menyerahkan barang sebagai mahar dan berpidato
yang disaksikan oleh paman beliau yang lain, Hamzah bin Abdul Muthathalib. Dalam pidato tersebut dia menjelaskan tentang
keberadaan Muhammad sebagai bangsawan terhormat sekalipun dari aspek materi
bukan seorang hartawan.
Dari perkawinan ini Rasulullah SAW dikaruniai enam
putra-putri, di antara mereka itu : Fathimah yang bersuamikan Ali bi Abu
Thalib.
Ibnu Ishaq Berkata tentang Khadijah: “Dia adalah orang
pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan dia adalah orang pertama
yang membenarkan apa yang disampaikan oleh beliau, sehingga dia menjadi pelipur
lara bagi Nabi SAW di mana beliau tidak pernah mendengar kata-kata yang tidak
disukai terucap dari padanya. Tidaklah orang menolak dan mendustakan Nabi yang
membuat bersedih hati karenanya melainkan Allah menjadikan dia (Khadijah)
sebagai penghibur saat beliau kembali pulang kepadanya; dialah orang yang memperteguh
jiwa beliau dan meringankan bebas yang dipikulnya serta yang menganggap kecil
sikap masyarakat kepadanya”.
Ketika Rasulullah SAW berusia tiga puluh tahun masyarakat
Quraisy merenopasi Ka’bah karena dindingnya telah rusak. Dalam merenovasi ini beliau
juga ikut serta mengangkat batu bersama masyarakat Quraisy. Telah terjadi
perselisihan di antara mereka saat hendak meletakkan Hajar Aswad pada tempat
semula. Tetapi kemudian mereka sepakat
untuk menyerahkan keputusan tentang siapa yang berhak untuk meletakkah Hajar
Aswad pada tempatnya semula ini kepada orang uang Ke Masjidil Haram dari arah
Babu Syaibah. Ternyata orang pertama masuk ke sanalah Rasulullah SAW sehingga
mereka spontan berkata : ini dia Al Amin (orang terpercaya) dan kami semua
sepakat bertahkim kepadanya. Kemudian mereka mengabarkan kain sorbannya dan
meletakkan Hajar Aswaad di atasnya serta bersabda: “ Hendaklah tiap-tiap
kabilah memegang ujungnya lalu mengangkat Hajar Aswad bersama-sama sampai
sejajar meletakkkan Hajar Aswad tersebut pada tempatnya semula. Dengan langkah
yang di tempuhnya ini, Nabi telah membuat mereka semua puas.
Rasulullah SAW adalah seorang hamba Allah yang berhiaskan
budi pekerti luhur dan terpuji. Beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat
Quraisy sebagai seorang kesatria, selalu teguh dan tepat memegang janji, orang
yang sangat baik dengan tetangga dan sangat santun, dan orang yang selalu
menjauhkan diri dari perbuatan tidak baik, rendah diri (tawadhu’), dermawan,
pemberani, jujur, dan terpercaya sehingga mereka menyebutkan “Al Amin”. Beliau
membenci penyembahan berhala, sehingga tidak pernah menghadiri kegiatan yang
diselenggarakan pada musim haji. Begitu juga beliau tidak pernah minum arak dan
tidak pula pernah memakan hewan yang disembelih atas nama berhala serta tidak
pernah menghadiri tempat-tempat mesum.
Allah telah menjaga, melindungi, dan menjauhkan beliau
dari perbuatan tidak baik sejak dari sebelum diangkat Nabi dan diutus sebagai
Rasulullah. Taurat dan Injil telah mengabarkan tentang kenabiannya, sebagaimana
para pendeta dan para peramal pun sudah menceritakan tentang saat
kebangkitannya yang telah dekat. Berita-berita ini begitu santer sehingga
sebagian masyarakat Arab menamai anak mereka Muhammad dengan harapan, semoga
anaknyalah sebagai Nabi yang dinanti.
Bisa jadi yang dimaksud dengan Adh Dhalal di sini adlah
bingung tentang jalan petunjuk untuk keluar dari agama watsani menuju Islam
yang ditempuh oleh kaumnya dan beliau mengharapkan hal itu terjadi dengan
segera. Tetapi sunnatullah dalam memberi hidayah kepada umat manusia
menghendaki waktu lebih panjang sehingga hati masyarakat Arab pun menjadi
lembut terlebih dahulu untuk menerima Islam. Hal ini sejalan dengan yang
terjadi, yakni mereka berduyun-duyun masuk Islam dalam kurun waktu dua puluh
tiga tahun. Demikianlah sunnatullah yang diarahkan kepada makhluk ciptakan-Nya
dan memang siapapun tidak pernah akan ada yang mampu mengubah sunatullah.
Para sejarawan telah sepakat, bahwa Rasulullah SAW tidak
tertarik dengan agama mana pun yang dianut oleh masyarakat Arab. Beliau selalu
menyepi seorang diri dan memikirkan hal itu, sehingga beliau menempuh dan
bersikap hanafiah, yakni memeluk agama yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim
sebagai agama yang dianut oleh sebagian
masyarakat Arab yang akal pikirannya berfungsi dan difungsikan ketika
menyaksikan kebatilan yan terjadi dalam agama wtsani. Di antara mereka itu,
seperti : Quss bin Sa’adah, Aktsam bin Shaifi, dan Umayyah bin Abu Ash Shalt.[6]
2.3
Arab Di Zaman Rasulullah SAW
Dalam sejarah peradaban Islam, sejarah hidup Nabi
Muhammad SAW biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW
menjalani hidupnya di Mekkah dan di Madinah. Sejarah masa hidup Nabi ini selain
dikaji dalam bidang sejarah, kerap kali pula mendapatkan perhatian di bidang
disiplin lain seperti studi Al-Qur’an. Situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi
Muhammad menjadikan tema-tema sentral dalam ajaran Islam melalui wahyu yang
diterima Rasulullah.
Demikian juga yang terjadi dalam sejarah Islam, karena
perbedaan dan tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad berbeda di dua tempat
tersebut menjadikan penulis sejarah Islam juga membagi sejarah Rasul tersebut
di Makkah dan di Madinah. adapun penjelasannya sebagai berikut,
2.3.1
Periode Mekkah
Sebelum Islam datang di tanah Arab, sebenarnya masyarakat
Arab bukan tidak berkeyakinan, mereka
sudah memiliki keyakinan tertentu yang dikenal dengan paganisme (deskriptor
atas agama mereka), mereka tidak mengingkari adanya Tuhan, tetapi umumnya
mereka menggunakan perantara yaitu patung-patung atau berhala untuk menyembah
Tuhan Mereka.[7]
Orang-orang Arab
juga hidupnya suka berpindah-pindah tempat atau yang disebut nomaden, mereka
suka mengembara kemana-mana. Itu bisa dipahami karena kondisi alam bangsa Arab
memang kebanyakan tandus dan kurang subur. Karena kondisi ala seperti inilah
terkadang menjadikan mereka memiliki watak yang keras. Mereka suka berperang.
Kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi ini, sehingga ketik mereka memiliki
anak-anak laki-laku mereka bangga, tetapi sebaliknya ketika mereka mendapatkan
anak perempuan mereka merasa aib dan malu, karena tidak bisa diajak berperang,
maka banyak yang mereka bunuh.
Dalam kondisi masyarakat semacam itulah Nabi Muhammad diturunkan. Ayah Nabi Muhammad
SAW bernama Abdullah bin Abdul Muthalib. Sedagkan ibunya bernama Aminah binti
Wahab. Dia dilahirkan di kota Mekkah pada tanggal 20 Agustus 570M. Tahun ini
disebut juga dengan Tahun Gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan
terhadap ka’bah yang dilakukan oleh Raja Abrahah dari Yaman.[8]
Muhammad terbilang sebagai anak yatim karena ayahnya
meninggal ketika dia masih dalam kandungan. Ayahnya meninggal di Madinah ketika
perjalanan pulang dai kota Syam. Dan pada masa usia Muhammad mencapai 6 tahun,
dia menjadi yatim piatu yaitu ketika dia diajak ibunya ke Madinah dalam rangka
berziarah ke makam ayahnya. Dalam perjalanan pulan dari Madinah, Aminah jatuh
sakit yang menyebabkan meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya,
Muhammad diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muththalib. Penderitaan
Muhammad menjadi bertambah karena dalam pengasuhan kaknya yang tidak terlalu
lama, kakeknya pun meninggal dunia. Selanjutnya Muhammad diasuh oleh pamannya
yang bernama Abu Thalib, yang juga ayah dari Ali bin Abi Thalib, seorang kepala
puak dari Bani Hasyim. Abu Thalib adalah seorang pedagang maka tidak
mengherankan apabila Muhammad sering bepergian dengan amannya, seperti ke Syam
dan ke Madyan, untuk berdagang .pengalaman Muhammad bersama pamannya dalam
perniagaan, membuatnya dikenal sebagai seorang yang pedagang yang cakap dan
jujur, sampai ia dewasa.
Pribadi Muhammad demikian menarik. Beliau dikaruniai
wajah yang menarik dari siapapun. Semua orang menghormati dan menaruh hormat
kepada beliau. Dalam masa mudanya orang Quraisy menamak “ Shiddiq’ (BENAR) dan ‘amin’ (JUJUR) dan beliau
dihormati semua orang termasuk kepala-kepala suku di Mekkah. Ketika beliau
memulai tugas mengajak orang menuju jalan Allah, orang Quraisy mengutus ‘Uthah
bin Rabi’ah untuk membuat kompromi. Ketika Uthah bin Rabi’ah berbicara kemudian
Rasulullah membacakan ayat kepadanya, ia kembali kemudian Rasulullah membacakan
ayat kepadanya, ia kembali kepada orang-orang Quraisy dan berkata: “Terimalah nasihat saya dan
jangan ganggu dia”, orang-orang Quraisy berkata :”Ia telah menyihir engkau
dengan lidahnya”.
Dalam sejarah berikutnya, kemudian Muhammad tumbuh dan
berkembang menjadi pemuda yang baik kepribadian dan akhlaknya. Dia juga dikenal
sebagai seorang yang memiliki perangai yang mempesona, sehingga masyarakat
Makkah pada waktu itu memberikan gelar al-amin,
gelar penghormatan kepada Muhammad sebagai pemuda yang bisa dipercaya.
Pada waktu Muhammad berusia dua puluh lima tahun, beliau
menikah dengan seorang wanita yang bernama Khadijah binti Khuwalid yang berusia
empat puluh tahun. Ia adalah pedagang kaya yang tertarik kepada Muhammad karena
kejujurannya. Dari perkawinan ini diperoleh beberapa orang anak. Dalam
sejarahnya, Khadijah sangat mendukung dalam perjuangan-perjuangan Muhammad.
Dalam perjuangan hidupnya, Muhammad sering menyendiri
atau ber-khalawat, sebagaimana
kebiasaan orang-orang Arab, khususnya orang-orang yang tergolong pemikir,
sebagai upaya untuk mengetahui rahasia alam semesta. Usaha ini kemudian
membuahkan hasil dengan turunnya wahyu pertama
yakni surah Al-alaq ayat 1-5, yang sekaligus menandai pengangkatan dirinya menjadi Nabi.
Yang menarik dari pribadi yang agung iniadlaah watak spiritualitasnya,
keterampilan berpolitik, dan kemampuannya dalam manajemen suatu kemampuan yang
menbawaya keapada kesuksesan k=dalam kariernya baik sebagai kepala agama maupun
sebagai kepala pemerintahan di negara Madinah. dalam mengamban misi risalahnya
dapatlah dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama,
seruan terhadap perseorangan (al-marhalah
al-fardiyah), kedua seruan kepada
kaum kerabat dan dalam tahapan yang ketiga
itulah Nabi mendapatkan reaksi keras dari golongan oglifarki yang menguasai
kota. Hal ini lebih disebabkan kekawatiran mereka terhadap kemungkinan
tergoyahkan struktur masyarakat dan kepentingan dagang yang melebihi dari rasa
takut hancurnya agama tradisional bangsa Arab yang politheisme itu.
Sebagian penulis berpendapat bawa sebenarnya orang-orang
Quraisy tidak sepenuhnya terpercaya terhadap berhala dan tidak benar-benar
mempertahankan Tuhan-tuhan mereka. Mereka hanya menjadikan berhala-berhala itu
sebagai alat bukan tujuan untuk mengelabuhi orang-orang Arab agar mudah ditipu
dan diperas. Dan sekiranya Muhammad sekadar mengajarkan tauhid, yang
berhubungan dengan eksistensi Tuhan, Tuhan tanpa menyerukan persamaan,
kemerdekaan dan keadilan, tidak melarang riba dan tidak menetapkan hak orang
miskin pada sebagian harta orang kaya, maka akan dengan mudah mereka menerima
seruan Nabi. Karena faktor-faktor itulah sehingga masyarakat Quraisy sulit
menerima dakwah Rasulullah SAW.[9]
2.3.2
Periode
Madinah
2.3.2.1 Latar
Belakang Hijrah
Dengan berkembangnya Islam ke Madinah, para musryik
Quraisy semakin gencar melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimin di Mekkah.
Karena kondisi tersebut, Nabi Muhammad SAW memerintahkan mereka untuk berhijrah
ke Madinah bergabung bersama saudara-saudara mereka seiman di sana. Mereka menempuh
jarak sekitar 500 Km, mengarungi gurun pasir yang sangat panas, meninggalkan
seluruh kekayaan, keluarga dan sanak saudara demi mencari Ridla Allah SWT.
Sebagai contoh adalah Abu Salamah. Istri dan anaknya
mencoba untuk ikut berhijrah ke Madinah, tetapi keluarga isterinya mencegahnya.
Akhirnya dengan sangat berat, ia harus berangkat berhijrah sendirian tanpa
istri dan anak lelaku tercintanya. Isterinya ditahan oleh keluarganya sementara
anaknya ditahan oleh keluarga Abu Salamah sendiri. Setahun lamanya sejak
berpisah dengan anak suaminya, sang istri selalu menangis merindukan suami dan
anaknya. Akhirnya keluarganya merasa iba dan mengizinkan sang istri bertemu
dengan anaknya lalu menyusul Abu Salamah berhijrah ke Madinah.[10]
2.3.2.2 Nabi
Muhammad SAW Tiba di Madinah
Berita tentang hijrah Nabi Muhammad SAW untuk bergabung
bersama kaum Muslim yang lain sudah tersebar luas di Madinah. para penduduk
Madinah juga mendengar penderitaan yang sangat berat yang dialami Nabi Muhammad
SAW selama di Mekkah. Mereka juga belum pernah melihat sosok dan wajah Beliau.
Oleh karena itu, kedatangan Beliau di Madinah sangat dinanti. Tidak saja oleh
kalangan Muslimin dari Aus dan Khazraj tetapi juga dari kalangan Yahudi yang
ingin mengetahui sosok yang dapat menyatukan dua suku Arab yang selalu bertikai
tersebut.
Sebagaimana sudah dijelaskan di bagian terdahulu bahwa
sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, didahului oleh dua peristiwa yaitu bai’ah aqabah sughra (pertama) pada tahun
621 M dan bai’aj aqabah kbra (kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini
juga tidak lepas dari usaha Rasulullah untuk menyampaikan ajarannya kepada
sebagian peziarah dan pedagang dari kota Yasrib yang melaksanakan ibadah haji.
Isi bai’at itu antara lain mengikrarkan keimanan kepada Allah dan Rasulnya
Muhammad, amar ma’ruf nahyi munkar, dan kepatuhan kepada beliau pemimpin
mereka. Nabi juga berjanji akan berjuang bersama mereka baik dalam peperangan
maupun perdamaian.
Sebenarnya ada beberapa sebab utama yang membuat Nabi
hijrah ke Madinah, yaitu
Pertama, perbedaan iklim di kedua kta itu mempercepat dilakukan
hijrah. Iklim Madinah yang lembut dan watak rakyatnya yang stenang sangat
mendorong penyebaran dan pengembangan agama Islam. Sebaliknya, kota Mekkah
tidak mempunyai dua kemudahan itu.
Kedua, nabi-nabi umumnya tidak dihormati di negara-negaranya
sehingga Nabi Muhammad pun tidak diterima oleh kaumnya sendiri. Akan tetapi
disukai sebagai Nabi Allah, oleh karena orang-orang Madinah dan dia Sungguh
diundangnya.
Ketiga, tantangan yang Nabi hadapi tidaklah sekeras di Mekkah,
golongan pendeta dan kaum ningrat Quraisy yang menganggap Islam bertentangan
dengan kepentingan mereka, ini tentu berbeda dengan sikap penduduk Madinah
terhadap Nabi.
Dalam perjalanan hijrah itu, Nabi Muhammad SAW tiba di
Madinah pada tanggal 27 September 622M bertepatan dengan Hari Senin tanggal 12
Rabiul awal, yang kemudian oleh Khalifah Umar Bin Khattab ditetapkan sebagai
tahun pertama Hijriah. Sebelum ke Madinah, nabi singgah di Qubah dan mendirikan
Masjid yang pertama dalam sejarah Islam, di daerah itu. Kemudian melakukan
shalat jum’at pertama yang berisikan tahmid, shalawat dan salam, pesan
bertakwa, dan do’a kesejahteraan bagi kaum Muslimin. Sampai saat ini Masjid
Qubah ini masih banyak dikunjungi rang, termasuk ramai pada saat musim haji.
Di dalam Islam, yang di anggap Khutbah pertama Rasul
adalah Khutbah khutbah jum’at Rasul di masjid Qubah ini. Oleh para ahli-ahli
sejarah politik dinyatakan sebagai proklamasi lahirnya negara Islam. Rasul
menetapkan takwa sebagai dasar negara dan politik negara berdasarkan atas Al-Adalat al-Insaniyah (perikemanusiaan), Asy-Syura (demokrasi), Al-Wahdah al-Islamiyah (persatuan
Islam), dan Al-Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
Islam).
Apa yang dilakukan Rasulullah dengan Shalat Jum’at
tersebut sesungguhnya merupakan simbol persatuan umat Islam di tengah
kuat-kuatnya kesukuan pada saat itu, dan masjid dari segi agama berfungsi
sebagai tempat ibadah, sedangkan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat
untuk mempercepat ikatan sesama muslim, menyatukan umat Islam dan menyambung
tali silaturahmi antar umat Islam.
Selanjutnya dalam sejarah Islam, penduduk Madinah yang menyambut
kedatangan Rasulullah bersama sahabat ini mendapatkan julukan kaum Anshar,
karena prestasi dan jasanya yang besar terhadap Islam. Dan orang-orang Islam di
Mekkah yang ikut bersama nabi hijrah ke Madinah dengan predikat Muhajirin,
karena kesetiaan dan pengorbanannya yang besar terhadap Ilam. Predikat ini
merupakan langkah strategis dalam kerangka antisipasi terhadap propaganda
orang-orang Yahudi yang tidak senang dengan persatuan yang terjalin antara kaum
Anshar dan Muhajirin. Dalam realitas kesejarahannya, kaum Muhajirin dan Kaum
Anshar ini memang benar-benar bersatu dalam ikatan keimanan dan bersatu dalam
mempertahankan wilayah Madinah.[11]
2.3.2.3
Langka-langkah Awal Nabi Muhammad SAW di Madinah
Setelah Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah, beliau
menyadari akan adanya hidup baru yang harus dimulai, yang membawa beliau kapda
langkah yang lebih besar.
Nabi Muhammad SAW melihat kenyataan bahwa kondisi Madinah
lebih beragam dibanding Mekah. Ada muslim Mekah yang disebut Muhajirin, ada
Muslim Madinah yang disebut Anshar yang dulunya saling masih menyembah berhala.
Semua hal tersebut tentunya harus dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dengan bijak.[12]
Di antara langkah-langkah utama yang Nabi Muhammad SAW
lakukan adalah:
2.3.2.2.1
Membangun
Masjid
Sebelum agama Islam datang, orang-orang Arab memiliki
satu tempat khusus berkumpul. Di tempat perkumpulan tersebut, mereka biasanya
mengadakan pertunjukan, upacara perkawinan, jual beli dan lain-lain. Untuk itu
Nabi Muhammad SAW berupaya menyediakan sebuah tempat pertemuan untuk menyatukan
kaum Muslimin. Beliau kemudian mendirikan masjid. Di masjid inilah kaum
Muslimin beribadah, belajar, menggalang, persatuan, membina mental, mengadili
perkara dan lain-lainnya.
Seperti telah diceritakan, Nabi Muhammad SAW membangun
masjid di tempat untanya berhenti. Setelah tanah tersebut dibeli, Nabi Muhammad
SAW memerintahkan penebangan pohon-pohon kurma, kemudian pohon kurma yang telah
ditebang dipasang berjejer sebagai tanda kiblat. Kaum Muslimin bekerja dengan
sangat giat dan penuh semangat. Apalagi Nabi Muhammad SAW terjun langsung
memeras keringat, bekerja bersama kaum Muslimin. Mereka sangat kagum terhadap
Beliau yang mau bekerja bersama kaum Muslimin. Mereka sangat kagum terhadap
Beliau yang mau bekerja seperti mereka dan tidak membedakan diri. Di antara
mereka kemudian bersyair “jika kita duduk
sedangkan Nabi Muhammad SAW bekerja giat, itu merupakan perbuatan kita yang
sesat”.
Masjid dibangun dalam bentuk yang sangat sederhana.
Lantainya terbuat dari kerikil dan pasir, atapnya dari pelepah dan daun kurma
dan tiangnya dari batang kurma. Jika hujan turun, sudah bisa dipastikan
tanahnya akan basah dan berlumpur.
Ketika datang waktu shalat maka perlu kiranya kaum
Muslimin diberitahu. Oleh karena itu Nabi Muhamad SAW bermusyawarah dengan para
sahabat bagaimana cara memberitahu mereka bahwa waktu sholat telah tiba. Dalam
musyawarah tersebut ada yang mengusulkan menggunakan terompet, tetapi hal
tersebut ditolak karena merupakan kebiasaan orang Yahudi. Ada juga yang
mengusulkan dengan menggunakan lonceng, tetapi hal itu juga ditolak karena
merupakan kebiasaan orang Nasrani. Sebagaian lain mengusulkan dengan menyalakan
api, hal tersebut juga ditolak karepa mirip
dengan apa yang dilakukan oleh orang Majusi. Begitu juga yang mengusulkan
dengan mengibarkan bendera, juga ditolak karena tidak bisa mengingatkan mereka
yang tertidur. Akhirnya mereka sepakat dengan menggunakan cara panggilan (nida) kepada kaum Muslimin setiap waktu
shalat tiba. Adapun cara memanggil sholat yang sekarang dikenal dengan adzan
berasal dari Abdullah bin Zaid al-Anshary. Ia memberitahukan Nabi Muhammad SAW
bahwa ia bermimpi seorang mengajarkan kalimat adzan untuk memberitahu Bilal
yang memiliki suara yang sangat merdu, untuk mengumandangkan adzan dengan
kalimat-kalimay tersebut. Ketika Umar bin Khaththab mendengar adzan ia
mengatakan bahwa ia juga bermimpi diajarkan kalimat yang sama. Bilal kemudian
menambahkan kalimat, “al-Shalatu Khairun min al-naun” pada saat Shalat subuh untuk
mengingatkan mereka yang masih tertidur. Hal tersebut disetujui oleh Nabi
Muhammad SAW.[13]
2.3.2.2.2 Mempersatukan Kaum Muslimin
dari kalangan Muhajirin dan Anshar
Langkah selanjutnya, Nabi
Muhammad SAW berupaya mempererat persaudaraan dan persatuan kaum Muslimin dari
kalangan Muhajirin dan Anshar. Tali persaudaraan ini juga bertujuan menghapus
fanatisme kesukuan antar mereka. Untuk mencapai hal tersebut, Nabi Muhammad SAW
kemudian mempersaudarakan satu muslimin dengan muslimin yang lain.
Nabi Muhammad SW sendiri
bersaudara dengan Ali bin Abu Thalib, Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan
Zaid bin Haritsah, Abu Bakar dengan Kharija bin Zaid, Umar bin Khattab dengan
Ithban bin Malik al-Khazraji dan lain-lain.
Kaum Anshar sebagai
penduduk asli Madinah menerima dengan senang hati saudara-saudara mereka dari
Kaum Muhajirin. Namun demikian Kaum Muhajirin walaupun datang tanpa sedikit pun
harta yang mereka bawa dari Mekah, tidak begitu saja meereka pemberian tersebut
tanpa berusaha terlebih dahulu atau bekerja untuk mereka. Sebagai contoh,
Abdurahman bin ‘Auf yang datang ke Madinah tanpa sedikit pun harta, ditawarkan
setengah harta yang dimiliki Saad bin Rabi’ yang sudah dipersaudarakan oleh
Nabi Muhammad SAW dengannya. Namun Abdurahman menolak dana hanya meminta ditunjukkan
pasar di mana ia bisa berdagang. Di sana ia mulai berdagang mentega dan keju.
Dalam waktu tidak beberapa lama, ia dapat mencapai kekayaannya kembali.
Sebagian kaum Muhajirin yang tidak berdagang, memilih bertani dengan menggarap
tanah milik orang-orang Anshar bersama-sama pemiliknya.
Sementara orang-orang
yang sangat miskin yang berhijrah dari Mekah da tidak memiliki tempat tinggal
oleh Nabi Muhammad SAW disediakan tempat di selasar Masjid yang disebut Shuffa sebagai tempat tinggal mereka.
Oleh karena itu mereka diberi nama Ahl
al-Shuffah. Kehidupan mereka ditanggung dari harta kaum Muslimin yang lain
yang berkecukupan.
Demikian gambaran
persaudaraan yang penuh tolong-menolong dan keikhlasan yang terjadi antar kaum
Muslimin di Madinah[14]
2.3.2.2.3 Melakukan Perjanjian dengan
Yahudi Madinah
Tidak Hanya memperkuat
kekuatan umat Islam dengan memper erat tali persaudaraan di antara mereka, Nabi
Muhammad SAW juga berusaha membuat perjanjian dengan mereka yang di luar Islam
seperti kaum Yahudi.
Hal ini membuktikan bahwa
ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sangat toleran terhadap orang
di luar Islam. Beliau tidak mengusir dan menyingkirkan mereka dan membebaskan
mereka untuk memeluk agama mereka asalkan mereka tidak mengganggu kaum
Muslimin. Dengan perjanjian ini diharapkan. Madinah akan menjadi wilayah yang
aman.
Perjanjian Nabi Muhammad
SAW dengan kaum Yahudi dikenal dengan nama Piagam Madinah. dalam piagam
tersebut kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi bersepakat untuk tidak saling
bermusuhan dan berperang. Mereka juga Bersama-sama menyelenggarakan sistem
pertahanan menghadapi ancaman musuh dari luar.[15]
2.4
Masa
Kerasulan Nabi Muhammad SAW
Dalam sejarah Islam,
kerasulan Nabi Muhammad SAW secara resmi ditandai dengan turunnya wahyu yang
pertama kepada Nabi Muhammad SAW, dan Khadijah (istri beliau) adalah orang
pertama yang mengimani kenabian Muhammad SAW, atau yang pertama kali masuk
Islam, ini berarti bahwa rumah tangga
Nabi sudah sejak awal telah menyatu dalam keimanan dan siap bahu membahu dalam
menghadapi tantangan, sehingga mengalami sendiri betapa beratnya Perjuangan
awal Nabi Muhammad sebagai Nabi.
Nabi Muhammad SAW
kemudian diperintahkan oleh Allah SWT untuk mendakwahkan Islam kepada manusia.
Tugas kerasulan sudah terletak di pundak beliau. Perintah ini juga
mengisyaratkan konsep-konsep aqidah yang menafikan eksistensi tubuh-tubuh yang
disembah oleh masyarakat Arab (Makkah) pada Waktu itu. Dan selanjutnya berganti
menjadi aqidah islam, yang mengikuti Tuhan itu satu, atau ajaran tauhid.
Untuk mendakwahkan Islam
itu Nabi melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dan sangan berhati-hati,
walaupun perintah ini cukup jelas dan tegas. Dakwah Nabi hanya ditujukan kepada
orang-orang tertentu yang diyakini dapat menerima ajakan tersebut. Pada tahap rahasia ini, yang berlangsung
selama ± 3 tahun, hanya beberapa orang saja yang masuk Islam. Mereka yang
mula-mula masuk Islam, dalam sejarah, dikenal dengan sebutan “Al-Sabiqun
Al-Awwalun”. Kelompok pertama ini, bersama-sama dengan Nabi, melakukan kegiatan
berpusat di rumah Arqam bin Arqam, yang kemudian tempat ini dikenal dengan nama
dr al-Arqam. Dalam dunia pendidikan
Islam, kadang-kadang dar-Arqam iini dimasukkan
menjadi salah satu tempat atau lembaga pendidikan Islam.
Dalam tahap berikutnya,
Dakwah Nabi ditujukan kepada anak-cucu keturunan Abdul Muthalib. Dengan
demikian, sasaran dakwah sudah lebih luas dan terbuka. Hal ini dilakukan Nabi
setelah adanya perintah Allah SWT dalam surat al-Syu’araa ayat 214-2016. Lebih
luas lagi setelah turunnya perintah Allah SWT 1dalam surat al-Hijr ayat 94-95.
Maka sasaran dakwah Nabi adalah masyarakat Makkah (Quraisy) secara umum dan
lebih luas dan lebih terang-terangan.
Upaya Rasulullah dalam
Rangka mendakwahkan Islam secara terang-terangan ini kemudian mendapat reaksi
dari pihak kaum musryik Quraisy. Reaksi tersebut pada mulanya masih bersifat
bujukan dan rayuan, agar Nabi meninggalkan tugasnya menyampaikan Islam. Namun
dengan tegas Nabu menepis bujukan tersebut, dengan mengatakan: “Aku datang
kepada kalian bukanlah untuk mendapatkan harta, pangkat dan kedudukan. Allah
SWT mengutus aku kepada kalian untuk menjadi rasulnya”. Dalam Posisinya sebagai
Nabi, Muhammad sangat tegas terhadap mereka.
Hari demi hari, reaksi
makin bertambah keras. Orang-orang musryik Quraisy mulai melakukan penganiayaan
dan penyiksaan kepada pengikut-pengikut Islam, yang waktu itu jumlahnya masih
sangat sedikit. Juga terjadi pemboikotan semacam embargo terhadap orang-orang
Islam dan Nabi Muhammad SAW. bahkan pemboikotan itu ditunjukkan kepada keluarga
Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib, yang selalu melindungi Nabi Muhammad SAW.
Pemboikotan ini berlangsung selama ± 3 tahun. Pemboikotan ini dapat dipandang
sebagai upaya kafir Quraisy untuk melumpuhkan kekuatan kepompong orang-orang
islam.[16]
Ada satu utusan dari
orang Kristen Ethiopia datangmengunjungi Nabi, ketika mendengar ayat-ayat
Al-Qur’an mereka mengucurkan air mata dan menerima panggilan Allah, percaya
akan Nabi dan memberikan kesaksian akan kebenaran beliau. Dalam diri muhammad,
mereka mengenali hal-hal yang telah dikatakan tentang Nabi itu dalam kitab suci
mereka. Dalam menjawab perkataan Abu Jahal bahwa mereka telah terkena sihir,
mereka berkata: “Selamat sejahtera atas kamu, kami tidak sembarangan dalam
memilih mana yang terbaik”.
Oleh karena tantangan
yang dihadapi umat islam sangat berat maka Rasulullah kemudian memerintahkan
kepada para sahabat untuk berhijrah ke Habsyah, untuk sekedar mencari tempat
perlindungan. Tindakan ini dimaksudkan Nabi, disamping untuk memperluas
pengaruh dakwah, juga mengisyaratkan ketidakberdayaan kaum muslimin untuk
melakukan perlawanan terhadap kafir Quraisy. Inimerupakan hijrah yang pertama
yang dilakukan oleh umat islam.
Perjalanan dan perjuangan
dakwah Rasul pada periode-periode ini sangat berat, bahkan sampai pada tahun ke
lima kerasulan pun, jumlahnya penganut agama islam baru sekitar 102 orang.
Setelah Umar bin Khatab masuk Islam pada tahun 616M atau tahun keenam dari
kenabian rasul, maka jumlah penganut Islam, secara berangsur-angsur, terus
betambah, walaupun masih menjadi kaum yang tertindas. Masuknya Umar bin Khatab
kedalam kelompok Islam membawa daya dorong tersendiri dalam perkembangan Islam.
Ketika abu Thalib dan
istri beliau Siti Khadijah meninggal dunia, pada msas beriringan, tindakan
kekerasan kaum kafir Quraisy tehadap Nabi dan Para Pengikutya bertambah. Ini
karena memang Abut Thalib adalah tokoh di kalangan orang0orang terpandang
Quraiys dan Khadijah adalah tokoh di kalangan orang-orang Quraisy dan sebagai
pelindung dakwah Nabi, Khadijah pun sebagai istri yang selalu setia mendampingi
dan mendukung perjuangan beliau. Meninggalnya kedua orang tersebut menjadikan
pemuka kaum kafir Quraisy lebih leluasa melakukan penganiayaan terhadap nabi.
Peristiwa ini adalah peristiwa yang
menyedihkan, ruang gerak perjuangan Nabi
di kota Makkah semakin sempit, maka Nabi berinisiatif untuk berhijrah dan
berdakwah ke Thaif. Namun diluar dugaan, penduduk thaif tidak senang dengan
kehadiran beliau.[17] Dan akhirnya beliau
kembali ke Makkah dengan tangan hampa. Penduduk Thaif bahkan melakukan
penganiayaan dan pelemparan batu kepada Nabi dan pengikutnya.
Suasanya sedih tampak pada
diri Rasul. Pada saat itulah kemudian beliau diperintah oleh Allah SWT lewat
Peristiwa Isra’ Mi’raj. Peristiwa ini sangat meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW
untuk melanjutkan perjuangannya, karena beliau telah menyaksikkan kebesaran
Allah SWT lewat peristiwa Isra’ Mi’raj itu.
Ada beberapa hal yang
perlu disimak, bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kaum kafir
Quraisy menentang dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
pertama, adanya persaingan antar suku dan turunan yang terdapat di Mekkah,
dalam berebut pengaruh dan kekuasaan, terutama antara bani Hasyim dengan Bani
Umayyah. Kedua, karena pertimbangan ekonomi, dalam hal ini kaum kafir Quraisy
merasa khawatir terhadap menurunnya dominasi mereka salam ekonomi dan
perdagangan apabila mereka menerima Islam sebagai agama. Di samping itu mereka
juga melihat bahwa orang-orang masuk Islam hanyalah orang-orang yang miskin dan
ketika, mereka ingin tetap mempertahankan agama dan kepercayaan lama, yang
sudah mereka anut secara turun-menurun dari nenek moyang mereka. Itulah
sebabnya mengapa secara keras menentang dakah Rasul.
Tindakan keras kaum kafir
Quraisy terhadap Rasulullah dan kaum muslimin ini berakhir pada saat Rasulullah
dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah, yang waktu itu disebut dengan
Yasrib. Peristiwa hijrah ini terjadi pada tahun 622 M yang sekaligus menandai
berakhirnya periode Makkah di zaman Rasulullah.
Selama kurang lebih tiga
belas tahun, nabi telah berjuang dengan gigih. Namun ia belum berhasil
menciptakan suatu komunitas yang tauhidi yang sikan dan tindakannya sesuai dengan
pesan dan ajaran tauhid sebagaimana yang diciptakan, sebaliknya iam mendapatkan
tantangan yang berat, oleh sebab ituselama di Mekkah eksistensi kerasulannya
bari tampak pada dimensi dengan membawa perubahan-perubahan besar terhadap
tatanan sosial masyarakatnya yang kenal dengan negara Madinah.
Peristiwa hijrah ini juga
tidak bisa dilepaskan dari temuan Nabi Muhammad SAW dengan beberapa orang
penduduk Yasrib yang berkunjung ke Makkah pada tahun 621 M,pertemuan ini
berhasil mencapai kesepakatan menyatakan diri masuk Islam dan berjanji untuk
mematuhi segala ajaran Islam. Perjanjian ini, dalam sejarah dikenal dengan Bai’ah sughra. Ini Bai’ah yang pertama
yang dilakukan oleh penduduk Yasrib kepada Rasulullah.
Orang-orang dari Yasrib
ini pada tahun berikutnyadatang kembali kepada Nabi dan menyatakan keislaman
mereka. Selanjutnya, mereka meminta Nabi SAW, untuk pindah ke Yasrib dan mereka
berjanji akan membela dan membantu Nabi Muhammad SAW. dalam penyiaran Islam.
Perjanjian ini dalam seharag dikenal dengan bai’ah
kubra. Jumlah mereka lebih besar dari jumlah yang pertama dulu.
melihat perkembangan
agama Islam di Yasrib sangat pesat., maka Nabi Muhammad SAW dengan tangan
terbuka, menerima ajakan mereka dan menginstruksikan kepada para sahabat untuk
berhijrah ke saa. Nabi Muhammad SAW sendiri menyusul setelah perintah Allah
SWT, dalam al-Anfal ayat 30. Barulah
kemudian dengan ditemani Abu Bakar Ashshiddiq Beliau menuju Madinah. Masyarakat
Madinah menyambut kedatangan Rasulullah dengan gegap gempita karena memang
sejak semula mendambakan seorang penengah yang dapat mendamaikan kehidupan
mereka.[18]
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan pada
BAB II, dapat disimpulkan bahwa Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Nabi
Muhammad SAW banyak sekali rintangan yang dihadapi dan penganiayaan
dari segi psikis di luar ambang batas kemampuan manusia.
Nabi Muhammad SAW merupakan seorang
keturunan dari para pemimpin, keluarga terhormat yakni yang berasal dari suku
Quraisy atau yang disebut Isma’iliyah
yang lahir pada pada tanggal 12 Rabi’ul awal tahun Gajah
bertepatan tanggal 21 April tahun 571 Masehi di kota Mekkah, yang
mana Nabi Muhammad SAW sangat pantas jika Beliau menjadi seorang pemimpin yang
sangat handal dalam mengatur dan mengarahkan para umatnya dalam menyiarkan
ajaran agama Islam dari periode Mekkah hingga Periode Madinah.
Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebagai seorang Rasulullah yang di utus untuk
menyebarkan ajaran Islam, melainkan juga sebagai pemimpin negara yang pandai
dalam berpolitik, sebagai seorang panglima perang serta seorang administrator
yang cakap, hanya dalam waktu kurun waktu singkat Rasulullah bisa menaklukkan
seluruh Jazirah Arab.
Pada
akhirnya, perjuangan Nabi Muhammad SAW membuahkan hasil, yaitu berkembangnya Islam
dengan pesat, tidak hanya di Madinah bahkan di Mekkah juga, yang ditandai
dengan terjadinya peristiwa Fathul Mekkah.
DAFTAR PUSTAKA
Matdaman, M.Noor. Lintasan Sejarah dan Kebudayaan Islam.
Yogyakarta: Yayasan Bina Karier, 1989.
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia, 2001.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Haekal, Muhammad Husein. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera
Antarnusa, 1990.
Fu’adi, Imam. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011.
Sejarah
Nabi Muhammad SAW.
Tangerang: Indrajaya, 2010.
[1] Drs. M.
Noor Matdamam, Lintasan Sejarah Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Yayasan Bina
Karier, 1989). Halaman 1-2.
[2] Ibid.,
Halaman 2.
[3] Ibid.,
Halaman 3.
[4] Ibid.,
[5] Drs. M.
Noor Matdawam, Lintasan Sejarah
Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Yayasan “Bina Karier”, 1989). Halaman 61-64.
[6] Dr.
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan
Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001). Halaman 137-143.
[7] Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). Halaman 16.
[8] Muhammad
Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta:
litera Antarnusa, 1990). Halaman 49.
[9] Prof.
dr. Imam Fu’adi , M.ag, Sejarah Peradaban
Islam (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011). Halaman 4-5.
[10] Sejarah Nabi Muhammad SAW ( Tangerang: Indrajaya,2010). Halaman 43.
[11]
Ibid,.Halaman 47.
[12] Ibid.,
Halaman 48.
[13] Ibid,.
Halaman 48-49.
[14] Ibid,.
Halaman 49.
[15] Ibid,.
Halaman 49.
[16] Badri
Yatim,Sejarah Kebudayaan Islam
(Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993). Halaman 23.
[17]
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup (Jakarta: Litera Antar Nusa,
1994). Halaman 148-149).
[18] Prof.
Dr.Imam Fu’adi, M.Ag, Sejarah Peradaban
Islam (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011). Halaman 11-12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar