Rabu, 08 Maret 2017

MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN/KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW

MAKALAH
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN/KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA
 NABI MUHAMMAD SAW



Disusun oleh :
ACHMAD THAUFIK
NIM: 16340063

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu 
Tugas Mata Kuliah SKI dan Budaya Lokal
Dosen Pengampu: Siti Jahroh, S.H.I., M.SI.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA

2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal dengan judul “PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERADABAN/KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW” dengan tepat waktu.
                        Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.  
                        Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
                         Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.  
                                                                                 Yogyakarta, 04 Maret 2017

 Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu, terutama bagi umat Islam. Perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW melalui berbagai macam cobaan dan tantangan yang dihadapkan untuk menyebarkannya. Islam berkembang dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan Islam sebagai agama Tauhid yang diridhoi. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya.
Sosok manusia terpopuler sepanjang masa telah lahir di padang pasir tandus menjelang akhir abad keenam Masehi. Namanya paling banyak disebut, dan tak tertandingi oleh tokoh dunia manapun di muka bumi. Keluhuran budi pekertinya menjadi suri teladan bagi siapa pun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Ajaran yang dibawanya menjadi obor penerang bagi setiap pencinta kebenaran. Beliau adalah Nabi terkahir yang diutus Tuhan kepada umat manusia an menjadi penyempurna dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi-nabi Allah terdahulu. Beliau lahir di tengah-tengah masyarakat Arab jahiliyah yang menjadikan nafsu sebagai panglima, mempertuhan materi dan kekayaan serta membanggakan nasab dan keturunan. Di tengah-tengah masyarakat yang meraba-raba dalam kegelapan moral yang pekat, beliau nyalakan pelita kebenaran. Beliau damaikan suku-suku yang bermusuhan dan dipersatukannnya pula kabilah-kbilah yang terperangkap dalam kotak-kotak ashabiah yang berserakan dan menyesatkan ke dalam sebuah keluarga besar “Islam”. Dua puluh tahun lebih beliau bekerja keras dan akhirnya berhasil.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah kebudayaan/perkembangan Islam pada masa Pra-Nabi Muhammad SAW?
2.      Bagaimana sejarah kebudayaan/perkembangan Islam ada masa Ke-Rasulan?
C.    Tujuan Makalah
1.      Dapat menjelaskan pengertian dari sejarah dan kebudayaan Islam.
2.      Dapat menjelaskan sejarah dari perkembangan dan kebudayaan pada masa Pra-Nabi Muhammad SAW.
3.      Dapat menjelaskan  sejarah kebudayaan/perkembangan Islam ada masa Ke-Rasulan.
4.      Dapat menyebutkan karakteristik sejarah kebudayaan/perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW.


BAB II
PEMBAHASAN

2.      Definisi Sejarah Dan Kebudayaan Islam
2.1  Definisi Sejarah
2.1.1 Sejarah ditinjau dari pengertian bahasa.
Sejarah dalam bahasa Arab, disebut Tarikh, artinya Ketentuan waktu-masa (tahun, bulan dan tanggal).
Dalam hal ini, kalau dihubungkan dengan perkembangan umat manusia, maka sejarah adalah catatan periodesasi abad ataupun tahun kejadian dari perkembangan umat manusia di sepanjang zaman.
Sehubungan dengan pengertian di ats, maka secara resmi, sejarah baru dikenal umat Islam pada periode khalifah Umar bi Khathab r.a, yaitu pada peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Madinah. Karena itulah, ketentuan tahun dalam Islam disebut dengan tahun Hijriah atau diberi huruf abjad awal H.
Ada juga yang berpendapat, bahwa kata “Sejarah” itu berasal dari bahasa Arab yaitu Syajarah, yang artinya Pohon. Ini kemungkinan ditinjau dari segi obyek dan operasional sejarah tersebut ada mengandung konotasi Geneologi, yakni pohon suatu dinasti, keluarga, yang melahirkan keturunan dikemudian hari nanti, yang dihiasi dengan bermacam-macam peristiwa.[1]
2.1.1.2 Sejarah ditinjau dari pengertian Istilah.
Sejarah menurut istilah (ketentuan ahli sejarah) adalah suatu catatan peristiwa situasi dan kondisi yang terjadi di masa lampau atau di masa kita sekarang ini, tentang tingkah laku (hal-ihwal) kehidupan umat manusia.
Menurut Islam (Al-Qur’an), sejarah umat manusia telah dicatat sejak Nabi Adam a.s dan Siti Hawa di alam metaphisika (surga), sebelum ada alam pisika (dunia) ini. [2]
2.1.2        Definisi Kebudayaan
2.1.2.1  Kebudayaan ditinjau dari pengertian Bahasa
Kebudayaan berasal dari kata yaitu budi dan daya. Budi yang berarti perasaan yang timbul dari pikiran disertai dengan aktivitas badaniyah, kemudian menimbulkan tindak-tanduk untuk memenuhi keinginannya, yang ditujukan untuk kepentingan pribadi maupun masyarakat dan ini berkembang terus menerus dengan mengandung fungsi jiwa yang tinggi, sedangkan Daya  yang berarti kekuatan untuk mencapai maksud dan tujuannya di dalam memenuhi keinginannya.[3]

2.1.2.2  Sejarah ditinjau dari pengertian Istilah.
kebudayaan menurut istilah, dalah perwujudan dati aktivitas jiwa yaitu cipta (kognisi) rasa (afeksi) dan karsa (psikomotor), untuk dapat mencapai karya (perkembangan hidup). Melihat dari keharmonisan dari tri pokok gejala jiwa di atas tadi, maka obyek kebudayaan, yang mencangkup ruang lingkup operasionalnya, dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar.
-          Pertama : Materiil Cultuur, atau kebudayaan kebendaan, yang konkret dan nyata, bersifatkan jasmaniah serta dapat dilihat dan diraba. Misalnya: Lukisan, patung, bangun, ukiran perkakas pakaian, dan seterusnya.
-          Kedua : geestelijke Cultuur, atau kebudayaan yang abstrak, bersifat rohaniyah, spiritual, yang tidak dapat diraba secara nyata, tapi hanya dengan perasaan. Misallkan : seni suara, filsafat, adat istiadat, tata cara, dan seterusnya.[4]

2.2      Masa Pra KeRasulan Nabi Muhammad SAW
2.2.1 Masa Kelahiran Muhammad Sampai Pada Masa Kanak-kanaknya
Tercantum dalam catatan sejarah, bahwa telah lahir ke dunia ini seorang Nabi (Rasul) penutup. Sekaligus merupakan suatu dimensi baru dalam dunia sejarah Islam.
Para ahli tarikh sependapat mengatakan bahwa beliau lahir di kota Makkah. Tapi mereka pada berbeda menetapkan tanggal lahirnya. Namun akhirnya oleh para ahli sejarah muslim sepakat menetapkan pada tanggal 12 Rabi’ul awal tahun Gajah bertepatan tanggal 21 April tahun 571 Masehi.
“Muhammad”, demikian nama yang diberikan kakek beliau Abdul Muthalib kepada cucunya yang baru lahir dari ibunya yang bernama Aminah dan ayahnya (almarhum) bernama Abdullah.
“Muhammad” adalah suatu nama yang belum pernah terdengar di seluruh dunia pada waktu itu. Kakek beliau memberi nama “Muhammad” artinya terpuji  dengan harapan agar cucunya menjadi orang termulia, terpandang dari sisi Allah maupun manusia.
Memang, kalau ditinjau dari segi manusiawinya cukup meyakinkan sebab beliau adalah keturunan Quraisy, yaitu keturunan bangsawan, keturunan yang tertinggi di kalangan bangsa Arab pada waktu itu.
Di samping itu, kalau ditinjau dari silsilahnya, nnyatalah bahwa beliau masih keturunan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as. dalam sebuah hadist pernah beliau bersabda : “Saya adalah putera dari dua orang yang kurban.” Maksud beliau adalah Nabi Ismail as yang akan dikurbankan oleh Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad Saw). dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Nabi Ismail as diganti dengan kibas, sedangkan Abdullah, menurut hikayat ditebus degan seratus unta.
Beliau lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya wafat waktu eliau dalam kandungan ibunya. Setelah beliau lahir, maka diserahkan kepada seorang perempuan bernama Halimah untuk menyusuinya, sejak kecil (bayi) sampai umur anatra 5-6 tahun. Demikian adat bangsa Arab pada waktu it, bahwa setiap anaknya lahir disusukan kepada orang lain.
Waktu beliau berumur enam tahun, ibundanya berkenan mengajak beliau pergi ke  Madinah untuk bersilaturahmi kepada keluarganya di sana, sambil berziarah ke makam ayahndanya.
Semua berjalan dengan baik. Tapi di luar dugaan, sewaktu pulang ke Makkah, dalam perjalanan, ibundanya sedikit, sampai di tempat bernama Abwa’ beliau wafat dan dimakamkan di sana. Kembalilah beliau bersama pembantunya bernama Ummu Aiman ke Makkah, dan di sana beliau tinggal bersama dengan kakeknya Abdul Muthalib.
Selama dalam asuhan kakeknya, beliau merasa puas dan tenteram, beliau mendapat kebahagiaan dan ketenangan jiwa, sebab kakeknya sangat sayang dan cinta kepadanya, sehingga terhiburlah duka hati beliau, walaupun beliau sebagai seorang yatim piatu. Tapi pada tahun kemudian tepatnya waktu umur beliau delan tahun, kakek yang dicintainya itu wafat dalam usia 80 tahun.
Kini beliau diasuh pula oleh pamannya Abu Thalib (putra Abdul Muthalib atau saudara ayahnya). Pilihan untuk menjadi anak asuh ini adalah amanat kakeknya Abdul Muthalib sendiri, walaupun Abu Thalib adalah orang yang tidak mampu di antara saudara-saudaranya. Namun kelebihan dia adalah mempunyai budi pekerti luhur, dihormati dan disegani oleh masyarakat. Dan yang paling menguntungkan Rasulullah SAW, adalah pamannya Abu Thalib, lebih cinta dan kasih sayang kepada beliau, dari pada anaknya sendiri. Namun demikian, dalam hal tugas keluarga, kemenakannya itu tetap disamakan dengan anaknya sendiri, seperti menggembala kambing, membantu pekerjaan rumah tangga dan lain sebagainya.[5]

2.2.2 Masa Remaja Sampai Perkawinannya
Muhammad kecil calon utusan Allah telah  terbiasa pergi menggembala kambing seperti halnya anak kampung bersama saudara-saudara seusianya. Pengaruh dari pekerjaan ini sangat besar bagi pertumbuhan kepribadiannya. Sebab pekerjaan ini telah melahirkan sifat kasih, lembut, dan sifat-sifat terpuji lainnya. Kemudian beliau juga berniaga ke Yaman dan Syam. Perniagaan - sebagaimana tidak disangsikan lagi -    adalah suatu aktivitas yang mendidik pelakunya agar memiliki sifat-sifat seperti yang haru dimiliki oleh soorang komandan tentara. Sebab, seorang pedagang saat berangkat bersama khalifah dituntut  agar bisa menjaga dan melindungi barang dagangannya ketika menghadapi gangguan dari para kabilah Arab. Dengan berangkat ke Syam, maka pengetahuan dan pengalaman bati Nabi pun menjadi luas tentang keberadaan negeri Syam, etika pergaulan, akhlak manusia, fenomena-fenomena kehidupan dalam tatanan hidup gaya romawi sesuai dengan disaksikannya. Sebagaimana dengan berdagang ini beliau  pun dapat pelajaran dan pengetahuan tentang cara-cara orang melakukan transaksi dalam jual beli. Hal ini sungguh besar sekali pengaruhnya bagi beliau dalam membentuk perundang-undangan sesudah diutus sebagai Rasulullah.
Aktivitas dagang, kejujuran dan sifat amanah-jujur dan terpercaya yang telah menjadi jati diri Nabi sejak kecil-telah mengantarkan beliau untuk berkenalan dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang wanita terhormat dan kaya raya, sehingga dia berkeinginan agar Nabi berangkat ke Syam untuk berniaga membawa barang dagangannya. Kepergian beliau untuk berdagang dan menjual barang dagangan milik Khadijah telah mengantarkan dia memperoleh untuk besar  sekian kali lipat upah dari keuntungan  yang diperoleh sebelumnya. Maka atas sukses ini Khadijah pun memberi upah kepada beliau sekian kali lipat upah yang diterima orang lain, bahkan akhirnya dia berketetapan dan memohon agar Nabi bersedia menjadi suaminya. Ketika itu beliau adalah seorang perjaka berusia dua puluh lima tahun, sedangkan Khadijah adalah seorang janda berusia empat puluh tahun. Dikisahkan, bahwa pada waktu itu dia menyampaikan pernyataan kepada Nabi seraya berkata :”Wahai anak pamanku! Aku sungguh  mencintaimu, mengingat kita masih ada tali kekerabatan dan kedudukanmu di tengah kaummu, juga mengingat sifat amanah, akhlak terpuji, dan kejujuranmu dalam berbicara”. Dalam perkawinan ini pamannya yang bernama Abu Thalib telah menyerahkan barang sebagai mahar dan berpidato yang disaksikan oleh paman beliau yang lain, Hamzah bin Abdul Muthathalib.  Dalam pidato tersebut dia menjelaskan tentang keberadaan Muhammad sebagai bangsawan terhormat sekalipun dari aspek materi bukan seorang hartawan.
Dari perkawinan ini Rasulullah SAW dikaruniai enam putra-putri, di antara mereka itu : Fathimah yang bersuamikan Ali bi Abu Thalib.
Ibnu Ishaq Berkata tentang Khadijah: “Dia adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan dia adalah orang pertama yang membenarkan apa yang disampaikan oleh beliau, sehingga dia menjadi pelipur lara bagi Nabi SAW di mana beliau tidak pernah mendengar kata-kata yang tidak disukai terucap dari padanya. Tidaklah orang menolak dan mendustakan Nabi yang membuat bersedih hati karenanya melainkan Allah menjadikan dia (Khadijah) sebagai penghibur saat beliau kembali pulang kepadanya; dialah orang yang memperteguh jiwa beliau dan meringankan bebas yang dipikulnya serta yang menganggap kecil sikap masyarakat kepadanya”.
Ketika Rasulullah SAW berusia tiga puluh tahun masyarakat Quraisy merenopasi Ka’bah karena dindingnya telah rusak. Dalam merenovasi ini beliau juga ikut serta mengangkat batu bersama masyarakat Quraisy. Telah terjadi perselisihan di antara mereka saat hendak meletakkan Hajar Aswad pada tempat semula. Tetapi  kemudian mereka sepakat untuk menyerahkan keputusan tentang siapa yang berhak untuk meletakkah Hajar Aswad pada tempatnya semula ini kepada orang uang Ke Masjidil Haram dari arah Babu Syaibah. Ternyata orang pertama masuk ke sanalah Rasulullah SAW sehingga mereka spontan berkata : ini dia Al Amin (orang terpercaya) dan kami semua sepakat bertahkim kepadanya. Kemudian mereka mengabarkan kain sorbannya dan meletakkan Hajar Aswaad di atasnya serta bersabda: “ Hendaklah tiap-tiap kabilah memegang ujungnya lalu mengangkat Hajar Aswad bersama-sama sampai sejajar meletakkkan Hajar Aswad tersebut pada tempatnya semula. Dengan langkah yang di tempuhnya ini, Nabi telah membuat mereka semua puas.
Rasulullah SAW adalah seorang hamba Allah yang berhiaskan budi pekerti luhur dan terpuji. Beliau sangat terkenal di kalangan masyarakat Quraisy sebagai seorang kesatria, selalu teguh dan tepat memegang janji, orang yang sangat baik dengan tetangga dan sangat santun, dan orang yang selalu menjauhkan diri dari perbuatan tidak baik, rendah diri (tawadhu’), dermawan, pemberani, jujur, dan terpercaya sehingga mereka menyebutkan “Al Amin”. Beliau membenci penyembahan berhala, sehingga tidak pernah menghadiri kegiatan yang diselenggarakan pada musim haji. Begitu juga beliau tidak pernah minum arak dan tidak pula pernah memakan hewan yang disembelih atas nama berhala serta tidak pernah menghadiri tempat-tempat mesum.
Allah telah menjaga, melindungi, dan menjauhkan beliau dari perbuatan tidak baik sejak dari sebelum diangkat Nabi dan diutus sebagai Rasulullah. Taurat dan Injil telah mengabarkan tentang kenabiannya, sebagaimana para pendeta dan para peramal pun sudah menceritakan tentang saat kebangkitannya yang telah dekat. Berita-berita ini begitu santer sehingga sebagian masyarakat Arab menamai anak mereka Muhammad dengan harapan, semoga anaknyalah sebagai Nabi yang dinanti.
Bisa jadi yang dimaksud dengan Adh Dhalal di sini adlah bingung tentang jalan petunjuk untuk keluar dari agama watsani menuju Islam yang ditempuh oleh kaumnya dan beliau mengharapkan hal itu terjadi dengan segera. Tetapi sunnatullah dalam memberi hidayah kepada umat manusia menghendaki waktu lebih panjang sehingga hati masyarakat Arab pun menjadi lembut terlebih dahulu untuk menerima Islam. Hal ini sejalan dengan yang terjadi, yakni mereka berduyun-duyun masuk Islam dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun. Demikianlah sunnatullah yang diarahkan kepada makhluk ciptakan-Nya dan memang siapapun tidak pernah akan ada yang mampu mengubah sunatullah.
Para sejarawan telah sepakat, bahwa Rasulullah SAW tidak tertarik dengan agama mana pun yang dianut oleh masyarakat Arab. Beliau selalu menyepi seorang diri dan memikirkan hal itu, sehingga beliau menempuh dan bersikap hanafiah, yakni memeluk agama yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim sebagai agama yang dianut oleh sebagian  masyarakat Arab yang akal pikirannya berfungsi dan difungsikan ketika menyaksikan kebatilan yan terjadi dalam agama wtsani. Di antara mereka itu, seperti : Quss bin Sa’adah, Aktsam bin Shaifi, dan Umayyah bin Abu Ash Shalt.[6]

2.3      Arab Di Zaman Rasulullah SAW
Dalam sejarah peradaban Islam, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW menjalani hidupnya di Mekkah dan di Madinah. Sejarah masa hidup Nabi ini selain dikaji dalam bidang sejarah, kerap kali pula mendapatkan perhatian di bidang disiplin lain seperti studi Al-Qur’an. Situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad menjadikan tema-tema sentral dalam ajaran Islam melalui wahyu yang diterima Rasulullah.
Demikian juga yang terjadi dalam sejarah Islam, karena perbedaan dan tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad berbeda di dua tempat tersebut menjadikan penulis sejarah Islam juga membagi sejarah Rasul tersebut di Makkah dan di Madinah. adapun penjelasannya sebagai berikut,


2.3.1        Periode Mekkah
Sebelum Islam datang di tanah Arab, sebenarnya masyarakat Arab bukan  tidak berkeyakinan, mereka sudah memiliki keyakinan tertentu yang dikenal dengan paganisme (deskriptor atas agama mereka), mereka tidak mengingkari adanya Tuhan, tetapi umumnya mereka menggunakan perantara yaitu patung-patung atau berhala untuk menyembah Tuhan Mereka.[7]
 Orang-orang Arab juga hidupnya suka berpindah-pindah tempat atau yang disebut nomaden, mereka suka mengembara kemana-mana. Itu bisa dipahami karena kondisi alam bangsa Arab memang kebanyakan tandus dan kurang subur. Karena kondisi ala seperti inilah terkadang menjadikan mereka memiliki watak yang keras. Mereka suka berperang. Kaum laki-laki menjadi dominan dalam posisi ini, sehingga ketik mereka memiliki anak-anak laki-laku mereka bangga, tetapi sebaliknya ketika mereka mendapatkan anak perempuan mereka merasa aib dan malu, karena tidak bisa diajak berperang, maka banyak yang mereka bunuh.
Dalam kondisi masyarakat semacam itulah  Nabi Muhammad diturunkan. Ayah Nabi Muhammad SAW bernama Abdullah bin Abdul Muthalib. Sedagkan ibunya bernama Aminah binti Wahab. Dia dilahirkan di kota Mekkah pada tanggal 20 Agustus 570M. Tahun ini disebut juga dengan Tahun Gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan terhadap ka’bah yang dilakukan oleh Raja Abrahah dari Yaman.[8]
Muhammad terbilang sebagai anak yatim karena ayahnya meninggal ketika dia masih dalam kandungan. Ayahnya meninggal di Madinah ketika perjalanan pulang dai kota Syam. Dan pada masa usia Muhammad mencapai 6 tahun, dia menjadi yatim piatu yaitu ketika dia diajak ibunya ke Madinah dalam rangka berziarah ke makam ayahnya. Dalam perjalanan pulan dari Madinah, Aminah jatuh sakit yang menyebabkan meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya,  Muhammad diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muththalib. Penderitaan Muhammad menjadi bertambah karena dalam pengasuhan kaknya yang tidak terlalu lama, kakeknya pun meninggal dunia. Selanjutnya Muhammad diasuh oleh pamannya yang bernama Abu Thalib, yang juga ayah dari Ali bin Abi Thalib, seorang kepala puak dari Bani Hasyim. Abu Thalib adalah seorang pedagang maka tidak mengherankan apabila Muhammad sering bepergian dengan amannya, seperti ke Syam dan ke Madyan, untuk berdagang .pengalaman Muhammad bersama pamannya dalam perniagaan, membuatnya dikenal sebagai seorang yang pedagang yang cakap dan jujur, sampai ia dewasa.
Pribadi Muhammad demikian menarik. Beliau dikaruniai wajah yang menarik dari siapapun. Semua orang menghormati dan menaruh hormat kepada beliau. Dalam masa mudanya orang Quraisy menamak “ Shiddiq’ (BENAR) dan ‘amin’ (JUJUR) dan beliau dihormati semua orang termasuk kepala-kepala suku di Mekkah. Ketika beliau memulai tugas mengajak orang menuju jalan Allah, orang Quraisy mengutus ‘Uthah bin Rabi’ah untuk membuat kompromi. Ketika Uthah bin Rabi’ah berbicara kemudian Rasulullah membacakan ayat kepadanya, ia kembali kemudian Rasulullah membacakan ayat kepadanya, ia kembali kepada orang-orang Quraisy  dan berkata: “Terimalah nasihat saya dan jangan ganggu dia”, orang-orang Quraisy berkata :”Ia telah menyihir engkau dengan lidahnya”.
Dalam sejarah berikutnya, kemudian Muhammad tumbuh dan berkembang menjadi pemuda yang baik kepribadian dan akhlaknya. Dia juga dikenal sebagai seorang yang memiliki perangai yang mempesona, sehingga masyarakat Makkah pada waktu itu memberikan gelar al-amin, gelar penghormatan kepada Muhammad sebagai pemuda yang bisa dipercaya.
Pada waktu Muhammad berusia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan seorang wanita yang bernama Khadijah binti Khuwalid yang berusia empat puluh tahun. Ia adalah pedagang kaya yang tertarik kepada Muhammad karena kejujurannya. Dari perkawinan ini diperoleh beberapa orang anak. Dalam sejarahnya, Khadijah sangat mendukung dalam perjuangan-perjuangan Muhammad.
Dalam perjuangan hidupnya, Muhammad sering menyendiri atau ber-khalawat, sebagaimana kebiasaan orang-orang Arab, khususnya orang-orang yang tergolong pemikir, sebagai upaya untuk mengetahui rahasia alam semesta. Usaha ini kemudian membuahkan hasil dengan turunnya wahyu pertama  yakni surah Al-alaq ayat 1-5, yang sekaligus  menandai pengangkatan dirinya menjadi Nabi. Yang menarik dari pribadi yang agung iniadlaah watak spiritualitasnya, keterampilan berpolitik, dan kemampuannya dalam manajemen suatu kemampuan yang menbawaya keapada kesuksesan k=dalam kariernya baik sebagai kepala agama maupun sebagai kepala pemerintahan di negara Madinah. dalam mengamban misi risalahnya dapatlah dibagi menjadi tiga tahapan. Pertama, seruan terhadap perseorangan (al-marhalah al-fardiyah), kedua seruan kepada kaum kerabat dan dalam tahapan yang ketiga itulah Nabi mendapatkan reaksi keras dari golongan oglifarki yang menguasai kota. Hal ini lebih disebabkan kekawatiran mereka terhadap kemungkinan tergoyahkan struktur masyarakat dan kepentingan dagang yang melebihi dari rasa takut hancurnya agama tradisional bangsa Arab yang politheisme itu.
Sebagian penulis berpendapat bawa sebenarnya orang-orang Quraisy tidak sepenuhnya terpercaya terhadap berhala dan tidak benar-benar mempertahankan Tuhan-tuhan mereka. Mereka hanya menjadikan berhala-berhala itu sebagai alat bukan tujuan untuk mengelabuhi orang-orang Arab agar mudah ditipu dan diperas. Dan sekiranya Muhammad sekadar mengajarkan tauhid, yang berhubungan dengan eksistensi Tuhan, Tuhan tanpa menyerukan persamaan, kemerdekaan dan keadilan, tidak melarang riba dan tidak menetapkan hak orang miskin pada sebagian harta orang kaya, maka akan dengan mudah mereka menerima seruan Nabi. Karena faktor-faktor itulah sehingga masyarakat Quraisy sulit menerima dakwah Rasulullah SAW.[9]

2.3.2        Periode Madinah
2.3.2.1 Latar Belakang Hijrah
Dengan berkembangnya Islam ke Madinah, para musryik Quraisy semakin gencar melakukan penyiksaan terhadap kaum muslimin di Mekkah. Karena kondisi tersebut, Nabi Muhammad SAW memerintahkan mereka untuk berhijrah ke Madinah bergabung bersama saudara-saudara mereka seiman di sana. Mereka menempuh jarak sekitar 500 Km, mengarungi gurun pasir yang sangat panas, meninggalkan seluruh kekayaan, keluarga dan sanak saudara demi mencari Ridla Allah SWT.
Sebagai contoh adalah Abu Salamah. Istri dan anaknya mencoba untuk ikut berhijrah ke Madinah, tetapi keluarga isterinya mencegahnya. Akhirnya dengan sangat berat, ia harus berangkat berhijrah sendirian tanpa istri dan anak lelaku tercintanya. Isterinya ditahan oleh keluarganya sementara anaknya ditahan oleh keluarga Abu Salamah sendiri. Setahun lamanya sejak berpisah dengan anak suaminya, sang istri selalu menangis merindukan suami dan anaknya. Akhirnya keluarganya merasa iba dan mengizinkan sang istri bertemu dengan anaknya lalu menyusul Abu Salamah berhijrah ke Madinah.[10]

2.3.2.2 Nabi Muhammad SAW Tiba di Madinah
Berita tentang hijrah Nabi Muhammad SAW untuk bergabung bersama kaum Muslim yang lain sudah tersebar luas di Madinah. para penduduk Madinah juga mendengar penderitaan yang sangat berat yang dialami Nabi Muhammad SAW selama di Mekkah. Mereka juga belum pernah melihat sosok dan wajah Beliau. Oleh karena itu, kedatangan Beliau di Madinah sangat dinanti. Tidak saja oleh kalangan Muslimin dari Aus dan Khazraj tetapi juga dari kalangan Yahudi yang ingin mengetahui sosok yang dapat menyatukan dua suku Arab yang selalu bertikai tersebut.
Sebagaimana sudah dijelaskan di bagian terdahulu bahwa sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, didahului oleh dua peristiwa yaitu  bai’ah aqabah sughra (pertama) pada tahun 621 M dan bai’aj aqabah kbra  (kedua) pada tahun 622 M. Adanya bai’ah ini juga tidak lepas dari usaha Rasulullah untuk menyampaikan ajarannya kepada sebagian peziarah dan pedagang dari kota Yasrib yang melaksanakan ibadah haji. Isi bai’at itu antara lain mengikrarkan keimanan kepada Allah dan Rasulnya Muhammad, amar ma’ruf nahyi munkar, dan kepatuhan kepada beliau pemimpin mereka. Nabi juga berjanji akan berjuang bersama mereka baik dalam peperangan maupun perdamaian.
Sebenarnya ada beberapa sebab utama yang membuat Nabi hijrah ke Madinah, yaitu
Pertama, perbedaan iklim di kedua kta itu mempercepat dilakukan hijrah. Iklim Madinah yang lembut dan watak rakyatnya yang stenang sangat mendorong penyebaran dan pengembangan agama Islam. Sebaliknya, kota Mekkah tidak mempunyai dua kemudahan itu.
Kedua, nabi-nabi umumnya tidak dihormati di negara-negaranya sehingga Nabi Muhammad pun tidak diterima oleh kaumnya sendiri. Akan tetapi disukai sebagai Nabi Allah, oleh karena orang-orang Madinah dan dia Sungguh diundangnya.
Ketiga, tantangan yang Nabi hadapi tidaklah sekeras di Mekkah, golongan pendeta dan kaum ningrat Quraisy yang menganggap Islam bertentangan dengan kepentingan mereka, ini tentu berbeda dengan sikap penduduk Madinah terhadap Nabi.
Dalam perjalanan hijrah itu, Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah pada tanggal 27 September 622M bertepatan dengan Hari Senin tanggal 12 Rabiul awal, yang kemudian oleh Khalifah Umar Bin Khattab ditetapkan sebagai tahun pertama Hijriah. Sebelum ke Madinah, nabi singgah di Qubah dan mendirikan Masjid yang pertama dalam sejarah Islam, di daerah itu. Kemudian melakukan shalat jum’at pertama yang berisikan tahmid, shalawat dan salam, pesan bertakwa, dan do’a kesejahteraan bagi kaum Muslimin. Sampai saat ini Masjid Qubah ini masih banyak dikunjungi rang, termasuk ramai pada saat musim haji.
Di dalam Islam, yang di anggap Khutbah pertama Rasul adalah Khutbah khutbah jum’at Rasul di masjid Qubah ini. Oleh para ahli-ahli sejarah politik dinyatakan sebagai proklamasi lahirnya negara Islam. Rasul menetapkan takwa sebagai dasar negara dan politik negara berdasarkan atas  Al-Adalat al-Insaniyah (perikemanusiaan), Asy-Syura (demokrasi), Al-Wahdah al-Islamiyah (persatuan Islam), dan Al-Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam).
Apa yang dilakukan Rasulullah dengan Shalat Jum’at tersebut sesungguhnya merupakan simbol persatuan umat Islam di tengah kuat-kuatnya kesukuan pada saat itu, dan masjid dari segi agama berfungsi sebagai tempat ibadah, sedangkan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat untuk mempercepat ikatan sesama muslim, menyatukan umat Islam dan menyambung tali silaturahmi antar umat Islam.
Selanjutnya dalam sejarah Islam, penduduk Madinah yang menyambut kedatangan Rasulullah bersama sahabat ini mendapatkan julukan kaum Anshar, karena prestasi dan jasanya yang besar terhadap Islam. Dan orang-orang Islam di Mekkah yang ikut bersama nabi hijrah ke Madinah dengan predikat Muhajirin, karena kesetiaan dan pengorbanannya yang besar terhadap Ilam. Predikat ini merupakan langkah strategis dalam kerangka antisipasi terhadap propaganda orang-orang Yahudi yang tidak senang dengan persatuan yang terjalin antara kaum Anshar dan Muhajirin. Dalam realitas kesejarahannya, kaum Muhajirin dan Kaum Anshar ini memang benar-benar bersatu dalam ikatan keimanan dan bersatu dalam mempertahankan wilayah Madinah.[11]

2.3.2.3 Langka-langkah Awal Nabi Muhammad SAW di Madinah
Setelah Nabi Muhammad SAW tinggal di Madinah, beliau menyadari akan adanya hidup baru yang harus dimulai, yang membawa beliau kapda langkah yang lebih besar.
Nabi Muhammad SAW melihat kenyataan bahwa kondisi Madinah lebih beragam dibanding Mekah. Ada muslim Mekah yang disebut Muhajirin, ada Muslim Madinah yang disebut Anshar yang dulunya saling masih menyembah berhala. Semua hal tersebut tentunya harus dihadapi oleh Nabi Muhammad SAW dengan bijak.[12]
Di antara langkah-langkah utama yang Nabi Muhammad SAW lakukan adalah:

2.3.2.2.1        Membangun Masjid
Sebelum agama Islam datang, orang-orang Arab memiliki satu tempat khusus berkumpul. Di tempat perkumpulan tersebut, mereka biasanya mengadakan pertunjukan, upacara perkawinan, jual beli dan lain-lain. Untuk itu Nabi Muhammad SAW berupaya menyediakan sebuah tempat pertemuan untuk menyatukan kaum Muslimin. Beliau kemudian mendirikan masjid. Di masjid inilah kaum Muslimin beribadah, belajar, menggalang, persatuan, membina mental, mengadili perkara dan lain-lainnya.
Seperti telah diceritakan, Nabi Muhammad SAW membangun masjid di tempat untanya berhenti. Setelah tanah tersebut dibeli, Nabi Muhammad SAW memerintahkan penebangan pohon-pohon kurma, kemudian pohon kurma yang telah ditebang dipasang berjejer sebagai tanda kiblat. Kaum Muslimin bekerja dengan sangat giat dan penuh semangat. Apalagi Nabi Muhammad SAW terjun langsung memeras keringat, bekerja bersama kaum Muslimin. Mereka sangat kagum terhadap Beliau yang mau bekerja bersama kaum Muslimin. Mereka sangat kagum terhadap Beliau yang mau bekerja seperti mereka dan tidak membedakan diri. Di antara mereka kemudian bersyair “jika kita duduk sedangkan Nabi Muhammad SAW bekerja giat, itu merupakan perbuatan kita yang sesat”.
Masjid dibangun dalam bentuk yang sangat sederhana. Lantainya terbuat dari kerikil dan pasir, atapnya dari pelepah dan daun kurma dan tiangnya dari batang kurma. Jika hujan turun, sudah bisa dipastikan tanahnya akan basah dan berlumpur.
Ketika datang waktu shalat maka perlu kiranya kaum Muslimin diberitahu. Oleh karena itu Nabi Muhamad SAW bermusyawarah dengan para sahabat bagaimana cara memberitahu mereka bahwa waktu sholat telah tiba. Dalam musyawarah tersebut ada yang mengusulkan menggunakan terompet, tetapi hal tersebut ditolak karena merupakan kebiasaan orang Yahudi. Ada juga yang mengusulkan dengan menggunakan lonceng, tetapi hal itu juga ditolak karena merupakan kebiasaan orang Nasrani. Sebagaian lain mengusulkan dengan menyalakan api, hal tersebut  juga ditolak karepa mirip dengan apa yang dilakukan oleh orang Majusi. Begitu juga yang mengusulkan dengan mengibarkan bendera, juga ditolak karena tidak bisa mengingatkan mereka yang tertidur. Akhirnya mereka sepakat dengan menggunakan cara panggilan (nida) kepada kaum Muslimin setiap waktu shalat tiba. Adapun cara memanggil sholat yang sekarang dikenal dengan adzan berasal dari Abdullah bin Zaid al-Anshary. Ia memberitahukan Nabi Muhammad SAW bahwa ia bermimpi seorang mengajarkan kalimat adzan untuk memberitahu Bilal yang memiliki suara yang sangat merdu, untuk mengumandangkan adzan dengan kalimat-kalimay tersebut. Ketika Umar bin Khaththab mendengar adzan ia mengatakan bahwa ia juga bermimpi diajarkan kalimat yang sama. Bilal kemudian menambahkan kalimat, “al-Shalatu Khairun min al-naun” pada saat Shalat subuh untuk mengingatkan mereka yang masih tertidur. Hal tersebut disetujui oleh Nabi Muhammad SAW.[13]
2.3.2.2.2 Mempersatukan Kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar
Langkah selanjutnya, Nabi Muhammad SAW berupaya mempererat persaudaraan dan persatuan kaum Muslimin dari kalangan Muhajirin dan Anshar. Tali persaudaraan ini juga bertujuan menghapus fanatisme kesukuan antar mereka. Untuk mencapai hal tersebut, Nabi Muhammad SAW kemudian mempersaudarakan satu muslimin dengan muslimin yang lain.
Nabi Muhammad SW sendiri bersaudara dengan Ali bin Abu Thalib, Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan Zaid bin Haritsah, Abu Bakar dengan Kharija bin Zaid, Umar bin Khattab dengan Ithban bin Malik al-Khazraji dan lain-lain.
Kaum Anshar sebagai penduduk asli Madinah menerima dengan senang hati saudara-saudara mereka dari Kaum Muhajirin. Namun demikian Kaum Muhajirin walaupun datang tanpa sedikit pun harta yang mereka bawa dari Mekah, tidak begitu saja meereka pemberian tersebut tanpa berusaha terlebih dahulu atau bekerja untuk mereka. Sebagai contoh, Abdurahman bin ‘Auf yang datang ke Madinah tanpa sedikit pun harta, ditawarkan setengah harta yang dimiliki Saad bin Rabi’ yang sudah dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad SAW dengannya. Namun Abdurahman menolak dana hanya meminta ditunjukkan pasar di mana ia bisa berdagang. Di sana ia mulai berdagang mentega dan keju. Dalam waktu tidak beberapa lama, ia dapat mencapai kekayaannya kembali. Sebagian kaum Muhajirin yang tidak berdagang, memilih bertani dengan menggarap tanah milik orang-orang Anshar bersama-sama pemiliknya.
Sementara orang-orang yang sangat miskin yang berhijrah dari Mekah da tidak memiliki tempat tinggal oleh Nabi Muhammad SAW disediakan tempat di selasar Masjid yang disebut Shuffa sebagai tempat tinggal mereka. Oleh karena itu mereka diberi nama Ahl al-Shuffah. Kehidupan mereka ditanggung dari harta kaum Muslimin yang lain yang berkecukupan.
Demikian gambaran persaudaraan yang penuh tolong-menolong dan keikhlasan yang terjadi antar kaum Muslimin di Madinah[14]

2.3.2.2.3 Melakukan Perjanjian dengan Yahudi Madinah
Tidak Hanya memperkuat kekuatan umat Islam dengan memper erat tali persaudaraan di antara mereka, Nabi Muhammad SAW juga berusaha membuat perjanjian dengan mereka yang di luar Islam seperti kaum Yahudi.
Hal ini membuktikan bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sangat toleran terhadap orang di luar Islam. Beliau tidak mengusir dan menyingkirkan mereka dan membebaskan mereka untuk memeluk agama mereka asalkan mereka tidak mengganggu kaum Muslimin. Dengan perjanjian ini diharapkan. Madinah akan menjadi wilayah yang aman.
Perjanjian Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi dikenal dengan nama Piagam Madinah. dalam piagam tersebut kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi bersepakat untuk tidak saling bermusuhan dan berperang. Mereka juga Bersama-sama menyelenggarakan sistem pertahanan menghadapi ancaman musuh dari luar.[15]

2.4                  Masa Kerasulan Nabi Muhammad SAW
Dalam sejarah Islam, kerasulan Nabi Muhammad SAW secara resmi ditandai dengan turunnya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW, dan Khadijah (istri beliau) adalah orang pertama yang mengimani kenabian Muhammad SAW, atau yang pertama kali masuk Islam, ini berarti bahwa  rumah tangga Nabi sudah sejak awal telah menyatu dalam keimanan dan siap bahu membahu dalam menghadapi tantangan, sehingga mengalami sendiri betapa beratnya Perjuangan awal Nabi Muhammad sebagai Nabi.
Nabi Muhammad SAW kemudian diperintahkan oleh Allah SWT untuk mendakwahkan Islam kepada manusia. Tugas kerasulan sudah terletak di pundak beliau. Perintah ini juga mengisyaratkan konsep-konsep aqidah yang menafikan eksistensi tubuh-tubuh yang disembah oleh masyarakat Arab (Makkah) pada Waktu itu. Dan selanjutnya berganti menjadi aqidah islam, yang mengikuti Tuhan itu satu, atau ajaran tauhid.
Untuk mendakwahkan Islam itu Nabi melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dan sangan berhati-hati, walaupun perintah ini cukup jelas dan tegas. Dakwah Nabi hanya ditujukan kepada orang-orang tertentu yang diyakini dapat menerima ajakan tersebut.  Pada tahap rahasia ini, yang berlangsung selama ± 3 tahun, hanya beberapa orang saja yang masuk Islam. Mereka yang mula-mula masuk Islam, dalam sejarah, dikenal dengan sebutan “Al-Sabiqun Al-Awwalun”. Kelompok pertama ini, bersama-sama dengan Nabi, melakukan kegiatan berpusat di rumah Arqam bin Arqam, yang kemudian tempat ini dikenal dengan nama dr al-Arqam. Dalam dunia pendidikan Islam, kadang-kadang dar-Arqam iini dimasukkan menjadi salah satu tempat atau lembaga pendidikan Islam.
Dalam tahap berikutnya, Dakwah Nabi ditujukan kepada anak-cucu keturunan Abdul Muthalib. Dengan demikian, sasaran dakwah sudah lebih luas dan terbuka. Hal ini dilakukan Nabi setelah adanya perintah Allah SWT dalam surat al-Syu’araa ayat 214-2016. Lebih luas lagi setelah turunnya perintah Allah SWT 1dalam surat al-Hijr ayat 94-95. Maka sasaran dakwah Nabi adalah masyarakat Makkah (Quraisy) secara umum dan lebih luas dan lebih terang-terangan.
Upaya Rasulullah dalam Rangka mendakwahkan Islam secara terang-terangan ini kemudian mendapat reaksi dari pihak kaum musryik Quraisy. Reaksi tersebut pada mulanya masih bersifat bujukan dan rayuan, agar Nabi meninggalkan tugasnya menyampaikan Islam. Namun dengan tegas Nabu menepis bujukan tersebut, dengan mengatakan: “Aku datang kepada kalian bukanlah untuk mendapatkan harta, pangkat dan kedudukan. Allah SWT mengutus aku kepada kalian untuk menjadi rasulnya”. Dalam Posisinya sebagai Nabi, Muhammad sangat tegas terhadap mereka.
Hari demi hari, reaksi makin bertambah keras. Orang-orang musryik Quraisy mulai melakukan penganiayaan dan penyiksaan kepada pengikut-pengikut Islam, yang waktu itu jumlahnya masih sangat sedikit. Juga terjadi pemboikotan semacam embargo terhadap orang-orang Islam dan Nabi Muhammad SAW. bahkan pemboikotan itu ditunjukkan kepada keluarga Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthalib, yang selalu melindungi Nabi Muhammad SAW. Pemboikotan ini berlangsung selama ± 3 tahun. Pemboikotan ini dapat dipandang sebagai upaya kafir Quraisy untuk melumpuhkan kekuatan kepompong orang-orang islam.[16]
Ada satu utusan dari orang Kristen Ethiopia datangmengunjungi Nabi, ketika mendengar ayat-ayat Al-Qur’an mereka mengucurkan air mata dan menerima panggilan Allah, percaya akan Nabi dan memberikan kesaksian akan kebenaran beliau. Dalam diri muhammad, mereka mengenali hal-hal yang telah dikatakan tentang Nabi itu dalam kitab suci mereka. Dalam menjawab perkataan Abu Jahal bahwa mereka telah terkena sihir, mereka berkata: “Selamat sejahtera atas kamu, kami tidak sembarangan dalam memilih mana yang terbaik”.
Oleh karena tantangan yang dihadapi umat islam sangat berat maka Rasulullah kemudian memerintahkan kepada para sahabat untuk berhijrah ke Habsyah, untuk sekedar mencari tempat perlindungan. Tindakan ini dimaksudkan Nabi, disamping untuk memperluas pengaruh dakwah, juga mengisyaratkan ketidakberdayaan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan terhadap kafir Quraisy. Inimerupakan hijrah yang pertama yang dilakukan oleh umat islam.
Perjalanan dan perjuangan dakwah Rasul pada periode-periode ini sangat berat, bahkan sampai pada tahun ke lima kerasulan pun, jumlahnya penganut agama islam baru sekitar 102 orang. Setelah Umar bin Khatab masuk Islam pada tahun 616M atau tahun keenam dari kenabian rasul, maka jumlah penganut Islam, secara berangsur-angsur, terus betambah, walaupun masih menjadi kaum yang tertindas. Masuknya Umar bin Khatab kedalam kelompok Islam membawa daya dorong tersendiri dalam perkembangan Islam.
Ketika abu Thalib dan istri beliau Siti Khadijah meninggal dunia, pada msas beriringan, tindakan kekerasan kaum kafir Quraisy tehadap Nabi dan Para Pengikutya bertambah. Ini karena memang Abut Thalib adalah tokoh di kalangan orang0orang terpandang Quraiys dan Khadijah adalah tokoh di kalangan orang-orang Quraisy dan sebagai pelindung dakwah Nabi, Khadijah pun sebagai istri yang selalu setia mendampingi dan mendukung perjuangan beliau. Meninggalnya kedua orang tersebut menjadikan pemuka kaum kafir Quraisy lebih leluasa melakukan penganiayaan terhadap  nabi.
 Peristiwa ini adalah peristiwa yang menyedihkan, ruang gerak  perjuangan Nabi di kota Makkah semakin sempit, maka Nabi berinisiatif untuk berhijrah dan berdakwah ke Thaif. Namun diluar dugaan, penduduk thaif tidak senang dengan kehadiran beliau.[17] Dan akhirnya beliau kembali ke Makkah dengan tangan hampa. Penduduk Thaif bahkan melakukan penganiayaan dan pelemparan batu kepada Nabi dan pengikutnya.
Suasanya sedih tampak pada diri Rasul. Pada saat itulah kemudian beliau diperintah oleh Allah SWT lewat Peristiwa Isra’ Mi’raj. Peristiwa ini sangat meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW untuk melanjutkan perjuangannya, karena beliau telah menyaksikkan kebesaran Allah SWT lewat peristiwa Isra’ Mi’raj itu.
Ada beberapa hal yang perlu disimak, bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kaum kafir Quraisy menentang dakwah Islamiyah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. pertama, adanya persaingan antar suku dan turunan yang terdapat di Mekkah, dalam berebut pengaruh dan kekuasaan, terutama antara bani Hasyim dengan Bani Umayyah. Kedua, karena pertimbangan ekonomi, dalam hal ini kaum kafir Quraisy merasa khawatir terhadap menurunnya dominasi mereka salam ekonomi dan perdagangan apabila mereka menerima Islam sebagai agama. Di samping itu mereka juga melihat bahwa orang-orang masuk Islam hanyalah orang-orang yang miskin dan ketika, mereka ingin tetap mempertahankan agama dan kepercayaan lama, yang sudah mereka anut secara turun-menurun dari nenek moyang mereka. Itulah sebabnya mengapa secara keras menentang dakah Rasul.
Tindakan keras kaum kafir Quraisy terhadap Rasulullah dan kaum muslimin ini berakhir pada saat Rasulullah dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah, yang waktu itu disebut dengan Yasrib. Peristiwa hijrah ini terjadi pada tahun 622 M yang sekaligus menandai berakhirnya periode Makkah di zaman Rasulullah.
Selama kurang lebih tiga belas tahun, nabi telah berjuang dengan gigih. Namun ia belum berhasil menciptakan suatu komunitas yang tauhidi  yang sikan dan tindakannya sesuai dengan pesan dan ajaran tauhid sebagaimana yang diciptakan, sebaliknya iam mendapatkan tantangan yang berat, oleh sebab ituselama di Mekkah eksistensi kerasulannya bari tampak pada dimensi dengan membawa perubahan-perubahan besar terhadap tatanan sosial masyarakatnya yang kenal dengan negara Madinah.
Peristiwa hijrah ini juga tidak bisa dilepaskan dari temuan Nabi Muhammad SAW dengan beberapa orang penduduk Yasrib yang berkunjung ke Makkah pada tahun 621 M,pertemuan ini berhasil mencapai kesepakatan menyatakan diri masuk Islam dan berjanji untuk mematuhi segala ajaran Islam. Perjanjian ini, dalam sejarah dikenal dengan Bai’ah sughra. Ini Bai’ah yang pertama yang dilakukan oleh penduduk Yasrib kepada Rasulullah.
Orang-orang dari Yasrib ini pada tahun berikutnyadatang kembali kepada Nabi dan menyatakan keislaman mereka. Selanjutnya, mereka meminta Nabi SAW, untuk pindah ke Yasrib dan mereka berjanji akan membela dan membantu Nabi Muhammad SAW. dalam penyiaran Islam. Perjanjian ini dalam seharag dikenal dengan bai’ah kubra. Jumlah mereka lebih besar dari jumlah yang pertama dulu.
melihat perkembangan agama Islam di Yasrib sangat pesat., maka Nabi Muhammad SAW dengan tangan terbuka, menerima ajakan mereka dan menginstruksikan kepada para sahabat untuk berhijrah ke saa. Nabi Muhammad SAW sendiri menyusul setelah perintah Allah SWT, dalam al-Anfal ayat 30. Barulah kemudian dengan ditemani Abu Bakar Ashshiddiq Beliau menuju Madinah. Masyarakat Madinah menyambut kedatangan Rasulullah dengan gegap gempita karena memang sejak semula mendambakan seorang penengah yang dapat mendamaikan kehidupan mereka.[18]
                       







BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dipaparkan pada BAB II, dapat disimpulkan bahwa Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Nabi Muhammad SAW banyak sekali rintangan yang dihadapi dan penganiayaan dari segi psikis di luar ambang batas kemampuan manusia.
Nabi Muhammad SAW merupakan seorang keturunan dari para pemimpin, keluarga terhormat yakni yang berasal dari suku Quraisy  atau yang disebut Isma’iliyah yang lahir pada pada tanggal 12 Rabi’ul awal tahun Gajah bertepatan tanggal 21 April tahun 571 Masehi di kota Mekkah, yang mana Nabi Muhammad SAW sangat pantas jika Beliau menjadi seorang pemimpin yang sangat handal dalam mengatur dan mengarahkan para umatnya dalam menyiarkan ajaran agama Islam dari periode Mekkah hingga Periode Madinah.
            Nabi Muhammad SAW bukan hanya sebagai seorang Rasulullah yang di utus untuk menyebarkan ajaran Islam, melainkan juga sebagai pemimpin negara yang pandai dalam berpolitik, sebagai seorang panglima perang serta seorang administrator yang cakap, hanya dalam waktu kurun waktu singkat Rasulullah bisa menaklukkan seluruh Jazirah Arab.
Pada akhirnya, perjuangan Nabi Muhammad SAW membuahkan hasil, yaitu berkembangnya Islam dengan pesat, tidak hanya di Madinah bahkan di Mekkah juga,  yang ditandai dengan terjadinya peristiwa Fathul Mekkah.





DAFTAR PUSTAKA
Matdaman, M.Noor. Lintasan Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Yayasan Bina Karier, 1989.
Hasan, Hasan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Haekal, Muhammad Husein. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera Antarnusa, 1990.
Fu’adi, Imam. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011.
Sejarah Nabi Muhammad SAW. Tangerang: Indrajaya, 2010.





[1] Drs. M. Noor Matdamam, Lintasan Sejarah Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Yayasan Bina Karier, 1989). Halaman 1-2.
[2] Ibid., Halaman 2.
[3] Ibid., Halaman 3.
[4] Ibid.,
[5] Drs. M. Noor Matdawam, Lintasan Sejarah Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Yayasan “Bina Karier”, 1989). Halaman 61-64.
[6] Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2001). Halaman 137-143.
[7] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000). Halaman 16.
[8] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: litera Antarnusa, 1990). Halaman 49.
[9] Prof. dr. Imam Fu’adi , M.ag, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011). Halaman 4-5.
[10] Sejarah Nabi Muhammad SAW  ( Tangerang: Indrajaya,2010). Halaman 43.
[11] Ibid,.Halaman 47.
[12] Ibid., Halaman 48.
[13] Ibid,. Halaman 48-49.
[14] Ibid,. Halaman 49.
[15] Ibid,. Halaman 49.
[16] Badri Yatim,Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1993). Halaman 23.
[17] Muhammad Husain Haekal,  Sejarah Hidup (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1994). Halaman 148-149).
[18] Prof. Dr.Imam Fu’adi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2011). Halaman 11-12.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar