MAKALAH
KEADILAN DAN PENEGAKAN HUKUM
DALAM PRESPEKTIF AL-QURAN
TUGAS MATA KULIAH AL-QUR’AN HADIST
DOSEN PENGAMPU: Khoirul Anam,
DISUSUN
OLEH :
ACHMAD THAUFIK
NIM: 16340063
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut
nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami panjatkan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Mata Kuliah Al-Quran
Hadist dengan judul “KEADILAN DAN
PENEGAKAN HUKUM DALAM PRESPEKTIF AL-QURAN” dengan tepat waktu.
Makalah ini telah saya
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya sampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu,
saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Yogyakarta,
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Agama
Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Datang dengan membawa aqidah, keagaam atau
ketentuan moral dan sebuah etika yang menjadi dasar sesorang bermasyarakat,
tapi juga membawa syariat yang jelas mengatur, berperilaku dan berhubugan
antara satu dengan yang lainnya dalam segala aspek. Aspek tersebut meliputi
individu, keluarga, hubungan individu dengan masyarakat dan hubungan-hubungan
yang lebih luas lagi.
Dalam
sejarah telah memperlihatkan bahwa Rasulullah SAW sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir berhasil mendirikan suatu
sistem pemerintahan, kemudian sistem pemerintahan tersebut berpengaruh dan
berkembang keeluruh penjuru dunia. Beliau juga berhasil menguasai fikiran,
keyakinan dan jiwa umatnya, bahkan mengadakan sebuah revolusi berfikir dalan
jiwa-jiwa bangsa, hanya berdasarkan Al-Qur’an yang setiap huruf dan katanya
telah menjadi hukum bagi umat islam bahkan menjadi dari hukum sebuah negara.
Seperti yang kita
ketahui bersama bahwa kekuatan hukum di Indonesia itu berasal dari Hukum Islam
yang mana Islam itu sendiri adalah agama mayoritas di Indonesia, namun di
Indonesia sebagian besar masyarakatnya masih menganut sistem hukum adat.
Maka dari itu, pembuatan makalah ini dilatar belakangi adanya asumsi bahwa
praktik penegakan hukum Islam di peradilan agama Indonesia yang lebih banyak di
dasarkan kepada hukum adat dan bukan kepada hukum Islam yag murni. Padahal dalam Islam, setiap muslim
dikehendaki untuk tunduk, taat, dan patuh kepada hukum Islam dengan tetap
mengacu kepada Al-Quran dan Sunnah, tak terkecuali dalam melaksanakan hukum
Islam itu sendiri.
B. Rumusan
Masalah
a. Apa yang pengertian dari hukum Islam?
b. Apa pengertian keadilan dalam Islam?
c. Sebutkan ayat tentang keadilan!
d. Jelaskan penafsiran dari beberapa ahli tafsir!
C. Tujuan
Makalah
a. mengetahui pengertian tentang
hukum keadilan islam
b. mengetahui ayat-ayat tentang
keadilan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hukum Islam
Keadilan hukum Islam tidak ditemukan dama sekali di dalam
Al-Quran dan literatur hukum dalam Islam. Yang ada dalam Al-Quran adalah kata
syariah, fiqh, hukum Allah dan seakar dengannya. Kata-kata hukum Islam
merupakan terjemahan dari term “ISLAMIC LAW” dari literatur Barat.
Dalam penjelasan tentang hukum Islam dari literatur Barat ditemukan definisi hukum Islam Yaitu;
Keseluruhan kitab Allah yang mengatur Hukum Islam lebih dekat dengan pengertian
Syariah.
Hasbi Asy-Syiddinqy memberikan kejelasan tentang arti
hukum islam, perlu diketahui lebih dahulu arti dari kata “hukum”. Sebenarnya
tidak ada arti yang sempurna tentang hukum. Namun, untuk mendekatkan kepada
pengertian yang mudah dipahami, meski masih mengandung kelemahan, definisi yang
diambil oleh Muhammad Muslehiddin dari Oxford
Eenglish Dictionary perlu diungkapkan. Menurutnya, hukum adalah “the body of rules, whether proceeding from
formal enactment of from custom, which a particular state or community
recognizes as binding on its members or subject”. (Sekumpulan aturan, baik
yang berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan
bangsa tertentu sebagai mengikat bagi anggotanya).
Bila hukum dihubungkan dengan Islam, maka hukum Islam
berarti: “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul
tentang tingkah laku manusia mukallah yang diakui dan diyakini berlaku dan
mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.”
Dari definisi yang dikemukakan di atas dapat, dipahami
bahwa huku Islam mencangkup hukum syariah dan hukum fikih, karena arti syara’
dan fikih terkandung di dalamnya.[1]
2.
Pengertian Keadilan/Adil
ADIL (Ar.: al-‘adl).
Salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka menegakkan
kebenaran kepada siapa pun tanpa kecuali, walaupun akan merugikan dirinya
sendiri.
Secara etimologis, al-‘adl
“tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain
(Al-musawah)”. Istilah lain dari
Al-‘Adl adalah Al-Qist, Al-Misl (sama
bagian atau semisal).
Seacara terminologis, adil berarti ”mempersamakan sesuatu
dengan yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga
sesuatu iu menjadi tidak berat sebelah dan berbeda satu sama lain”. Asil juga
berarti “berpihak atau berpegang kepaada kebenaran”.
Keadilan lebih menitikberatkan pada pengertian
“meletakkan sesuatu pada tempatnya” (Wad’ Asysyai’ fi mawamih). *Ibnu
Qudamah (ahli fikih Mazhab *Hanbali) mengatakan bahwa keadilan merupakan
sesuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut pada Allah SWT.
jika keadilan telah dicapai, maka itu merupakan dalil yang paling kuat dalam
Islam sselama belum ada dalil yang lain yang menetapkannya.
Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak
yang dimiliki oleh seseorang, termasuk hak asasi, wajib diperlakukan secara
adil. Hak dan kewajiban terkait pula dengan amanah. Sementara amanah wajib
diberikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu hukum berdasarkan
amanah harus ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat
negatif lainnya (QS.4:58 dan 5:8).
Allah SWT disebut sebagai “Yang Maha Adil dan Bijaksana”
terhadap semula hamba-Nya, karena Allah SWT tidak mempunyai kepentingan apa-apa
dari perbuatan yang dilakukan oleh hamba-Nya. Jika manusia berbuat kebaikann,
maka tidak akan mempengaruhi kemahaadilan-Nya. Demikian juga jika manusia
berlaku lalim kepada-Nya tidak akan mengurangi Kemahaadilan-Nya itu. Apa yang
diperbuat oleh manusia, apakah kebaikan atau kelaliman, hasilnya akan diterima
oleh manusia itu sendiri (QS.41:46 dan 45:15).
Dalam periwayatan hadis, unsur al-‘adl (adil) merupakan salah satu kriteria seorang perawi
(penyampai hadis) untuk menentukan apakah hadis yang diriwayatkannya sahih atau
tidak. Adil dalam ilmu hadis berarti “ketaatan menjalankan perintah Allah SWT
dan menjauhi larangan-Nya, menjauhkan diri dari perbuatan keji, memelihara hak
dan kewajiban, memelihara lidah kata-kata yang dapat merusak ajaran agama, dan
berani menegakkan yang benar (muruah)”. Jumhur ulama sepakat mengatakan bahwa
semua sahabat Nabi Sahabat nabi SAW adalah adil dan tidak perlu lagi membahas
keadilan mereka dalam meriwayatkan hadis dan persaksian mereka.
Dalam beberapa bidang Islam, persyaratan adil sangat
menentukan benar atau tidaknya dan sak atau batalnya suatu pelaksanaan hukum.
Dalam Al-Quran banyak ayat yang memerintahkan manusia atau batalnya suatu
pelaksanaan hukum. Salam Al-Quran banyak ayat yang memerintahkan manusia utuk
berlaku adil dalam segala hal, walaupun akan merugikan diri sendiri. Di antara
ayat tersebut adalah: perintah agar manusia berlaku adil dan berbuat kebaikan
serta menjauhkan diri dari perbuatan keji dan mungkar (QS.16:90): perlakuan
adil wajib ditegakkan terhadap siapa saja, kendati terhadap orang yang seagama
(QS.42:15); alasan apapun tidak dapat diterima untuk berlaku adil, termasuk
ketidaksenangan terhadap orang tertentu
(QS.5:8); dan berlaku adil akan lebih mendekatkan ketaqwaan seseorang kepada
Allah SWT (QS.5:8).
Dalam peradilan juga disyariatkan oleh Allah SWT untuk
berlaku adil. Beberapa ayat AL-Quran menjelaskan kewajiban bagi para penegak
hukum untuk berlaku adil dalam menetapkan atau memutuskan perkara di antara
manusia sebagai pencari keadilan (QS.4:58 dan 5:42) siapa yang tidak menetapkan
hukum berdasarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah SWT berarti ia termasuk
kafir serta berlaku aniaya dan fasik (QS.5:44;45 dan 47). Maksud dari “apa yang
telah diturunkan oleh Allah SWT” itu
antara lain; berlaku adil, membayar amanah kepada yang berhak menerimanya,
tidak memutuskan hukum berdasarkan hawa nafsu, dan sebagainya (QS.5:42;49 dan
4:58).
Imam *Abu Hanifah dan Imam Asy-*Syafi’i menggarisbawahi
kewajiban hakim untuk berlaku adil di antara dua orang pihak yang berperkara.
Hal ini sesuai dengan surat Amr bin Abi Syaibah (salah seorang sahabat) yang
dikirimi ke Basra dalam bidang peradilan dengan sanad dan Ummu Salamah yang
diyakini Rasulullah SAW berkata bahwa siapa saja yang diserahi tugas sebagai
hakim harus berlaku adil dalam ucapan, tindak tanduk, dan kedudukan. Hakim
tidak boleh meninggikan suara kepada salah satu pihak sementara melembutkan kepada
pihak lain. Demikian juga surat Umar bin al-Khattab kepada Abu Musa al-Asy’ari
(sahabat yang menjadi kadi di kufah). Surat itu antara lain berbunyi:
“samaratakanlah manusia dalam pandangan, kedudukan, dan keputusanmu sehingga
tidak ada celah bagi orang terpandang yang menginginkan agar kamu menyeleweng.
Begitu juga tidak akan putus asa kaum yang lemah yang mendambakan keadilan
darimu “HARI. Ahmad bin Hanbal, ad-Daruqutni, dan al-Buaiki). Jika ada hakim
yang memutus perkara tanpa mendengar alasan kedua belah pihak, maka
keputusannya itu sama dengan sepotong api neraka (HARI. Al-Bukhari dan Muslim
dari Ummu Salamah).
Dalam *kesaksian (asy-syahadah), baik dalam perkara
perdata maupun perkara pidana, diperlukan dua orang saksi yang adi (QS.2.282
dan QS.65:2). Khusus dalam perkara tuduhan terhadap seseorang yang diduga
melakukan *zina diperlukan empat saksi yang adil yang menyaksikan langsung
perbuatan tersebut (QS.4:15). *Ibnu Rusyd (ahli fikih Mazhab *Maliki)
Mengemukakan lima persyaratan bagi orang saksi, yaitu, adil, balig, beragama
Islam, merdeka (bebas mengeluarkan pendapat), dan tidak terlibat dalam tuduhan.
Ulama sepakat menjadikan adil sebagai salah satu syarat
bagi seorang saksi. Perbedaan pendapat
terdapat pada apa yang dinamakan saksi yang adil. Jumhur ulama mengatakan bahwa
adil hanya sebagai sifat tambahan dari orang yang beragama Islam. Maksudnya,
dengan keislaman itu seseorang sudah dapat dikategorikan orang yang adil,
karena telah diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjalankan segala kebaikan dan
menjauhi segala yang diharamkan serta menjaga diri dari segala yang makruh.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa pengertian adil cukup ditunjukkan kepada
orang yang mengaku beragama Islam saja (secara lahir), tidak diketahui atau
diperhitungkan apakah ia berbuat salah atau tidak. Mengenai orang yang
tergolong fasik (QS.49:6), jumhur ulama sepakat untuk tidak menerimanya sebagai
saksi, kecuali jika ia telah *tobat, sementara itu Imam Abu Hanifah tidak
membolehkannya sama sekali, walaupun ia telah tobat.[2]
3.
Prinsip Keadilan Hukum Islam
sesuai dengan sunnah yang menyebutkan bahwa Islam adalah
rahmat bagi seluruh alam ( rahmatan
lil-alamin ), maka hukum Islam dapat diterapkan dalam semua masa, untuk
semua bangsa karena di dalamnya terdapat cangkupan yang begitu luas dan
elastisitas untuk segala zaman dan
tempat. Hal ini dikarenakan hukum Islam berdiri atas dua model:
1.
Hukum Islam
memberikan prinsip umum di samping aturan yang mendetail yang memberikan oleh
sunnah sebagai tafsir dari Al-Quran dan As-Sunnah mengandung prinsip-prinsip
dan kaidah-kaidah kulliyah yang tidak berubah-ubah. Bidang ini menjadi lapangan
kajian yang luas bagi para mutjahid
dan terjadi perbedaan paham, perubahan, pergantian, dan perbaikan. Bagian yang
mempunyai kaidah-kaidah umum dan prinsip-prinsip yang bersifat keseluruhan inilah yang menjadi
dasar dan pedoman yang tetap untuk menghadapi perkembangan masa.[3]
2.
Hukum Islam yang
mengandung peraturan-peraturan yang terperinci dalam hal-hal yang tidak
terpengaruh oleh perkembangan masa, seperti dalam masalah mahram (orang-orang
yang haram untuk dikawin), Ibadah, Harta, Warisan. Hukum terperinci, jelas,
langsung dapat ditetapkan pada kejadian atau kasus tertentu.[4]
Nasrudin Razak menulis bahwa asas-asas atau prinsip yang
dianut dalam Hukum Islam, secara singkat dapat dibedakan:
1.
Tidak memberatkan
2.
Sangat sedikit
mengadakan kewajiban secara terperinci yakni memerintah dan melarangnya
3.
Datang dengan prinsip
graduasi (berangsur-angsur) bukan sekaligus disesuaikan dengan fitrah manusia
dan zaman turunnya.
Dengan asas yang dianut di atas, maka prinsip-prinsip
dasar dalam Hukum Islam ialah mengakui hak manusia untuk memenuhi segala
kebutuhan dan keinginan, menghasilkan manfaat untuk pribadi sebagaimana
dikehendaki dengan catatan bahwa tidak boleh menyia-nyiakan hak orang lain.[5]
Hak-hak dan kewajiban setiap manusia menurut hukum Islam
dapat dibagi dalam 4 kategori, yaitu:
1.
Hak-hak Allah SWT.,
yakni:
a.
Manusia harus beriman
kepada-Nya secara benar
b.
Wajib bagi manusia
untuk menerima dan mengikuti petunjuk-Nya
c.
Manusia harus taat
dan patuh kepada-Nya dengan jujur tanpa ragu
d.
Manusia harus
menyembah-Nya
Hak-hak
ini harus didahulukan atas hak-hak yang lain, bahkan kadang-kadang penuaiannya
dengan mengorbankan hak-hak ang dimiliki bagian lain.
2.
Hak-hak diri sendiri,
yakni:
Manusia
memiliki hak-hak tertentu dan merupakan kewajiban dari manusia lain untuk
menunaikannya dengan baik. Dengan hak inilah manusia dapat menjadi dirinya
sendiri.
3.
Hak-hak manusia lain:
Dalam
pemenuhan hak pribadi tidak boleh merugikan hak-hak orang lain. Hukum Islam
menerapkan keseimbangan antara hak-hak pribadi dengan hak-hak orang lain, serta
hak-hak masyarakat agar tidak terjadi pertentangan antara keduanya dan harus
ada kerja sama untuk pengembangan hukum Allah SWT.
4.
Hak-hak makhluk lain:
Semua ciptaan Tuhan memiliki hak tertentu terhadap manusia.[6]
4.
Teks Ayat Al-Quran yang berkaitan dengan Keadilan dan
Terjemahan
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَ
ا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Terjemahannya:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat."
(QS.
An-Nisa': Ayat 58)
4.1. Arti
Perkata Ayat
.
إِنَّاللَّهَ
|
:
Sesungguhnya allah
|
يَأْمُرُكُمْ
|
:
Dia mneyuruh
|
تُؤَدُّوا۟ أَن
|
:
untuk menyampaikan
|
الْأَمٰنٰتِ
|
: Amanat
|
أَهْلِهَا إِلَىٰٓ
|
:kepada
yang berhak menerimanya
|
وَإِذَا
|
:
apabila
|
حَكَمْتُم
|
:
kamu menetapkan hukum
|
النَّاسِ
|
: Diantara manusia
|
تَحْكُمُوا۟ أَن
|
: supaya kamu menetapkan hukum
|
بِالْعَدْلِ
|
: Dengan adil
|
نِعِمَّا اللَّهَ إِنَّ
|
: sesungguhnya
allah sebaik-baiknya
|
بِهِۦٓ يَعِظُكُم
|
:Dia
memberi pelajarann kepadamu dengannya
|
إِنَّ اللَّهَ
|
: sesungguhnya allah
|
كَانَ سَمِيعًۢا
|
:
adalah dia maha mendengar
|
بَصِيرًا
|
: maha melihat
|
4.2. Latar Belakang Munculnya Ayat atau Asbab al-Nuzul
Asbab an-nuzul QS. An-Nisa’ (4): 58
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Al-Kalbi dari Abu
Shaleh bahwa Ibnu Abbas berkata, ”Ketika Rasulullah SAW menaklukkan Makkah
beliau memanggil Utsman Bin Thalhah. Ketika Utsman atang, Rasulullah SAW
bersabda, “Tunjukkanlah kunci ka’bah kepadaku.” lalu dia datang kembali
dengan membawa kunci ka’bah dan menjulurkan tangannya kepada Rasulullah SAW
sembari membuka telapak tanganya.
Ketika itu juga al-Abbas bangkit lalu berkata,
“wahai Rasulullah, berikan kunci itu kepada saya agar tugas memberi minum dan kunci ka’bah
saya pegang sekaligus.” maka Utsman menggemgam kembali kunci itu.
Rasulullah SAW pun
bersabda “ Berikan kepadaku kunci itu, wahai Utsman.”
Maka Utsman berkata, ”Terimalah
dengan amanah Allah.”
Lalu Rasulullah SAW bangkit dan membuka pintu Ka’bah. Kemudian Beliau
melakukan thawaf mengelilingi ka’bah.
Kemudian Jibril turun
menyampaikan wahyu, kepada Rasulullah SAW agar beliau mengembalikan kunci itu
kepada Utsman Bin Thalhah. Beliau pun memanggil Utsman dan memberikan kunci itu
Kepadanya. Kemudian beliau membaca firman Allah SWT, “Sungguh Allah
menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, .. “ (Al-Nisa’
[4]:58), hingga akhir ayat.”
Syu’bah meriwayatkan di dalam tafsirnya dari Hajjaj
dari Ibnu Juraij, dia berkata, ‘Ayat ini turun pada Utsman bin thalhah ketika
Fathul Makkah. Setelah Rasulullah SAW mengambil kunci Ka’bah darinya, beliau
masuk ke Ka’nah bersamanya. Setelah ke luar dari ka’bah dan membaca ayat di atas,
beliau memanggil Utsman dan memberikan Kunci Ka’bah kepadanya. Ketika Rasulullah
SAW keluar dari Ka”bah dan membaca firman Allah SWT di atas Umar bin Khattab
berkata, ”sungguh saya tidak pernah mendengar beliau membaca ayat itu
sebelumnya.” Dari kata-kata Umar RA ini, tampak bahwa ayat ini turun di dalam
Ka’bah.[7]
4.3. Korelasinya dengan Ayat lain atau Munasabah al-Ayat
Firman Allah :
ـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَآءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ؕ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَا ۙ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗۤا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Terjemahannya:
"Wahai
orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang
kamu kerjakan."(QS. An-Nisa': Ayat 135)
Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّا امِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَ لَّا تَعْدِلُوْا ؕ اِعْدِلُوْا ۙ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
Terjemahannya:
"Wahai
orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah
(ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu
kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil)
itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Ma'idah: Ayat 8)
(Aplikasi Al-Qur’an
Indonesia [OS Android 5.1.1 LMY47V] )
4.4. Penjelasan Ayat dari Berbagai Literatur Tafsir al-Qur’an / Syarh
al-Ayat
a.
Tafsir Bachtiar Surin
Amanat ialah
sesuatu yang diterima, lalu dipelihara dengan baik untuk diserahkan kepada yang
berhak menerima. Orang yang dapat melaksanakan ini dengan sebaik-baiknya
dinamakan JUJUR, dan yang sebaliknya dinamakan KHIANAT.
Adil ialah
meletakkan sesuatu pada tempatnya. Tidak memihak kepada salah satu pihak,
walaupun kerabat sendiri.[8]
b.
Tafsir Prof. H. Bustami A.Gani dkk.
Allah memerintahkan agar
menyampaikan “amanat” kepada yang berhak.
Pengertian
“amanat” pada ayat ini ialah sesuatu yang dipercayakan kepada seseorang untuk
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Amanat
Allah terhadap hamba-Nya yang harus dilaksanakan ialah antara lain:
melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauh larangan-Nya. Semua nikmat
Allah berupa apa saja hendaklah kita manfaatkan untuk taqarrub (mendekatkan
diri) kepada-Nya.
Amanat
seseorang terhadap sesamanya yang harus dilaksanakan antara lain: mengembalikan
titipan kepada yang punya dengan tidak kurang suatu apapun, tidak menipunya memelihara
rahasia dan lain sebagainya.
Amanat
seseorang terhadap dirinya sendiri; seperti berbuat sesuatu yang menguntungkan
bermanfaat bagi dirinya sendirian dalam soal dunia dan agamanya. Janganlah ia
membuat hal-hal yang membahayakan di dunia dan
akhiran dan lain sebagainya.
Ajaran
Allah yang sangat baik ini yaitu melaksanakan amanat dan hukum dengan
seadil-adilnya, jangan sekali-kali diabaikan, tetapi hendaklah diindahkan,
diperhatikan dan diterapkan dalam hidup dan kehidupan kita, untuk dapat
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.[9]
BAB III
ANALISIS PENAFSIRAN AYAT
Sesungguhnya Allah Menyuruh Agar Menyampaikan amanat kepada
ahlinya. Dalam hadist al-Hasan yang diterima dari Samurah mengatakan bahwa
Rasulullah SAW bersabda,
“Sampaikanlah amanat kepadamu dan janganlah kamu
menghianati orang yang menghianatimu.”
Hadis
ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Para penyusun sunan. Hadist ini mencangkup
segala bentuk amanat yang wajib dilakukan manusia seperti hak-hak Allah yang
menjadi kewajiban para hambanya-Nya, yaitu Shlat, Zakat, Shaum, Kafarat, Nadzar
dan sebagainya yang berupa perkara yang dipercayakan kepada manusia tanpa perlu
diawasi oleh orang lain; berupa hak hamba yang menjadi kewajiban hamba lain,
seperti barang titipan dan perkara lain yang diamanatkan kepadanya untuk
dilaksanakan tanpa perlu disaksikan pihak lain. Allah menyurahkan untuk
melaksanakan amanat. Barang siapa yang tidak melaksanakannya di dunia, maka Dia
akan menuntutnya di hari kimat, Sebagaimana ditegaskan dalam kita sahih, “Hendaklah
kamu menyampaikan hak kepada penerimaannya hingga kawanan domba yang satupun
menuntut alas dari kawanan domba yang lain.”
Banyak penafsir yang menuturkan bahwa ayat itu diturunkan
sehubungan dengan kasus Utsman bin Thalhah bin Abi Thalhah, penjaga pinti
Ka’bbah yang mulia. Ayat ini diturunkan karena tatkala Rasulullah SAW mengambil
kunci Ka’bah pada peristiwa penakluk Mekah, Beliau mengembalikan kepada Utsman.
Sebagaimana ahli Ilmu menceritakan kepadaku nahwa rasulullah berdiri di pintu
Ka’bah, lalu bersabda, “Tidak ada tuhan melainkan Allah Yang Maha Esadan
tidak ada sekutu bagi-Nya; Maha benar janji-Nya. Dia Yang Esa menolong hamba-Nya
dan mengalahkan berbagai golongan. Ketahuilah, segala kehormatan, darah, atauu
kekayaan yang diadukan, makaia berada dibawah kedua kakiku ini, kecuali soal
pemeliharaan Baitullah dan pemberian air minum kepad ajamaah haji.”
Dia
menuturkan kalimat selanjutnya yang terdapat dalam hadist yang merupakan
khutbah Nabi SAW. Pada saat itu hingga dia menuturkan, “Rasulullah SAW
duduk di masjid. Lalu datanglah Ali bin Abi Thalib, sedangkan kunci Ka’bah
berada ditangannya, kemudian berkata, ‘ya Rasulullah, satukan saja kedalam
tanggung jawab kita urusan penjagaan Ka’bah danpemberian air minum kepada jamaah haji-semoga Allah melimpahkan rahmat
dan salam Kepadamu.’Maka Rasulullah SAW bersabda kepadamu.’Dimana Utsman bin
Thalhah?’ Maka utsman di panggil supaya menghadap beliau. Lalu nabi bersabda
‘Hai utsman, Ini ambillah kuncimu! Hari ini merupakan hari ini merupakan hari
pemenuhan atas janji dan hari kebaikan.’” Meskipun ayat ini diturunkan
berkaitan dengan pengemmbalian kunci Ka’bah-karena ia merupakan amanat yang
dulu diserahkan oleh Utsman bin Thalhah
kepada Rasulullah SAW. Kemudian beliau mengembalikannya kepada Utsman
bin Thalhah sebagaiman dikemukakan dalam hadist diatas – makahukum ayat ini
mencangkup segala jenis amanat yag dirima leh manusia. Oleh karena itu, Ibnu
Abbas berkata, “Amanat itu dibagi orang yag yang baik maupun durhaka. Yakni,
amanat itu merupakan perintah bagi setiap orang agar memberikanamanat kepada
ahlinya.”
Firman
Allah Ta’ala, “Apabila kamu menetapkan keputusan diantara manusia hendaklah
kamu menetapkannya dengan adil.” Penggalan ini merupakan perinttah Allah
agar menghukumi dengan adil diantara manusia. Dalam sebuah hadis dikatakan, “Sesungguhnya
Allah bersama seorang hakim selama dia tidak curang. Apabila dia curang,
makaperkara hukum itu diserahkan kepada Dzat-Nya.
Firman allah Ta’ala, “ Sesungguhnya Allah memberikan
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.” Maksutnya, pengajaran itu berupa
perintah untuk menunaikan amanat, menetapkan hukum diantara manusia dengan
adil, dan berbagai perintah serta syariat Allah lainnya yang mulia, sempurna
dan komprehensif. Firman Allah Ta’ala. “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat,” Yakni Maha mendengar terhadap ucapanmu dan maha melihat
berbagai perilakumu.
Ibnu Abi
Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia membaca ayat: “Sesungguhnya
Allah menyuruhmu supaya menyampaikan amanat kepada ahlinya. Apabila kamu
menetapkan keputusan di antara Manusia hendaklah kamu menetapkannya dengan
adil. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Abu Hurairah menutup matanya, Lalu Bersabda, “Demikianlah,
saya mendengar Rasulullah SAW. Membaca
ayat itu dan beliau meletakkan kedua ibu jarinya di telinnga.” Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu
Hibban dalam Sahihnya, al-Hakim dalam mustradnya, Ibnu Mardawih dalam
Tafsirnya, dan Abu Yunus yang merupakan budak Abu Hurairah yang nama sebenarnya
adalah Salim bin Jubeir.[10]
BAB IV
KESIMPULAN
.Dalam ayat ini dijelaskan yang paling menonjol dalam beramal adalah
menyampaikan amat dan menetapkan perkara di antara manusia dengan cara yang
adil. Allah memerintahkan kedua amal tersebut. Khusus untuk ayat ini para
mufasir banyak mengaitkanya dengan masalah pemerintahan atau urusan negara.
Oleh karena
itu, apabila seseorang telah diserahi amat tertentu, ia harus melaksanakan
amanah tersebut dengan adil. Hal ini penting karena dalam menunaikan diri
kita pasti akan berhadapan dengan masyarakat dari berbagai kelompok yang
beragam.
Dari kesimpulan tersebut kita
dapat memetik beberapa pelajaran, yaitu:
1. Allah memerintahkan untuk melaksanakan amanat kepada yang berhak menerimanya.
2. Dalam berperadilan, Islam menuntut untuk terjadi keadilan di antara kedua orang yang berperkara. Keadilan ini adalah bermakna kedua mereka sama ada kaya atau miskin, kuat atau lemah haruslah tetap diperlakukan sama tanpa melihat siapa mereka. Ini ditetapkan walaupun terhadap orang yang lemah sekalipun.
3. Taat dan ptuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi kitab suci Al Qur’an
1. Allah memerintahkan untuk melaksanakan amanat kepada yang berhak menerimanya.
2. Dalam berperadilan, Islam menuntut untuk terjadi keadilan di antara kedua orang yang berperkara. Keadilan ini adalah bermakna kedua mereka sama ada kaya atau miskin, kuat atau lemah haruslah tetap diperlakukan sama tanpa melihat siapa mereka. Ini ditetapkan walaupun terhadap orang yang lemah sekalipun.
3. Taat dan ptuh kepada perintah Allah dengan mengamalkan isi kitab suci Al Qur’an
4. melaksanakan ajaran-ajaran
yang dibawa Rasulullah SAW pembawa amanat dari Allah SWT untuk dilaksanakan
oleh segenap hamba Nya.
5. Allah mewajibkan kepada setia
muslim yang memikul amanat, supaya melaksanakan dengan sebaik-baiknya, baik
amanat yang diterimanya dari Allah SWT atau amanat sesama manusia.
6. Allah memerintahkan kepada setiap muslim
supaya berlaku adil dalam setiap tindakannya.
7. Allah SWT memerintahkan kepada
setiap muslim supaya berlaku adil dalam tindakannya.
8. Allah SWT memerintahkan pula
kepada kaum Muslimin supaya mentaati segala perintah Nya, perintah-perintah
Rasul Nyadan ketetapan-ketetapan yang ditetapkan ulil ‘amri di antara mereka
9. Apabila terjadi perselisihan
diantara mereka, maka hendaklah diselesaikan sesuai dengan hukum Allah dan
Rasul Nya.
v DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Mardani.2011.Ayat-ayat Tematik Hukum Islam.Jakarta: Rajawali
Perss.
Aplikasi Al-Qur’an
Indonesia [OS Android 5.1.1 LMY47V]
Prof.H.Bustami.A.Gani.dkk.1991.AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA : Universitas Islam
Indonesia.Yogyakarta:PT.Versia Yogya Grafika.
Razzak, Nazruddin. 1870. Dasar-dasar Aqiqah Islam. Jakarta: Almaarif.
Aziz Dahlan, Aziz. 1997. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1381 H. Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman. Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga.
Maududi, Abu A’la Al. 1987. Dasar-dasar Aqiqah Islam. Jakarta: Media Da’wah.
Madani. 2011. Ayat-ayat
Tematik Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Surin, Bachtiar. 1991. ADZ-DRIKRAA: Terjemahan dan tafsir Al-Quran. Bandung: Angkasa
Bandung.
A.gani, Bustami. 1991. Al-Quran dan Tafsirnya Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta: PT
Verisia Yogya Grafika.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2011. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir IBNU KATSOR jilid satu.
Jakarta: Gema Insani.
Madani. Hukum
Islam: Kumpulan Peraturan Tentang Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri.
[1] Dr. Madani, Hukum Islam: Kumpulan Peraturan Tentang
Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2013).
Hlm 9-10.
[2] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta: PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997). Hlm 25-27.
[3] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy,
Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman,
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1381 H). Hlm 8.
[8]
Bachtiar Surin, ADZ
– DZIKRAA Terjemahan dan Tafsir AL-QUR’AN (Bandung:Angkasa Bandung,
1991).Hlm 356.
[9]
Prof. H. Bustami A.Gani dkk., AL-QUR’AN DAN TAFSIRNYA Universitas Islam
Indonesia (Yogyakarta:PT. Verisia Yogya Grafika,1991). Hlm 208-211.
[10]
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR Jilid Satu
(Jakarta: Gema Insani,2011). Hlm 556-557.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar