( SISTEM HUKUM INDONESIA )
a.
Sistem Hukum Adat
Secara
bahasa Hukum Adat terbagi menjadi dua kata, yakni Hukum dan Adat. Hukum itu sendiri adalah kumpulan aturan atau norma yang apabila
dilanggar akan dikenai sanksi, dan yang membuat hukum adalah orang yang
memiliki kewenangan atasnya, Sedangkan Adat
adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai
kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah.
Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan
sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap
menyimpang
Jadi,
Hukum adat didefinisikan sebagai suatu aturan
atau kebiasaan beserta norma-norma yang berlaku di suatu wilayah tertentu dan
dianut oleh sekelompok orang di wilayah tersebut sebagai sumber hukum. Ditinjau
dari segi pemakaian hukum adat diartikan sebagai tingkah laku manusia maka
segala sesuatu yang telah terjadi atau yang biasa terjadi di dalam masyarakat
dapat dijadikan sebagai suatu hukum. Misalnya
di perkampungan pedesaan terkecil yang masih mengikuti hukum adat. Hukum adat
juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke zaman,
namun proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat ada pula yang
lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.
b.
Sistem Hukum Islam/Agama
Hukum
Islam merupakan rangkaian kata “Hukum” dan “Islam”. Secara terpisah hukum dapat
diartikan sebagai seperangkat peraturan tentang tingkah laku
manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang diberi
wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat seluruh anggotanya. Bila
kata “hukum” digabungkan dengan kata “Islam”, maka hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu
Allah dan Sunah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan
diyakini mengikat bagi mereka para pemeluknya.
Hukum
Islam dapat pula diartikan sebagai Hukum
Syara’ yang menurut Ulama Ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang
bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau
diperintahkan memilih atas berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama
fiqh hukum syara’ ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan
seperti wajib, haram dan mubah.
Dapat
disimpulkan bahwa Hukum Islam adalah
syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang
dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).
c.
Sistem Hukum Barat/Eropa/Kontinental
Pengertian
Hukum Barat sebenarnya adalah hukum yang berdasarkan ketentuan pasal 131 pasal
163 IS yang dinyatakan berlaku untuk pihak-pihak yang dimasukkan ke dalam
golongan Eropa, atau untuk pihak hukum barat, karena berdasarkan asas
konkordansi, hukum yang berlaku untuk golongan Eropa di “Hindia Belanda” harus
meniru hukum (perdata)yang berlaku di Negeri Belanda. Sedangkan hukum yang
berlaku di Negeri Belanda, seperti halnya hukum di negara-negara Eropa Barat
lainnya banyak di pengaruhi prinsip-prinsip yang merupakan hasil revolusi
Perancis, yaitu liberte (kemerdekaan),
egalite (persamaan), dan fraternite (persaudaraan). Sebagai
contoh Burgerlijk Wetboek (BW) banyak mengambil alih ketentuan-ketentuan yang
terdapat pada Code Civil (Kitab
undang-undang Hukum Perdata Perancis). Semua asas yang terkandung pada Code Civil dijadikan sebagai asa BW
juga.
Hukum Perdata Barat ada yang terbentuk Hukum Tertulis di samping ada juga yang
terbentuk hukum Tidak Tertulis (kebiasaan).
Sedangkan hukum tertulis ada yang dikodifikasikan, di samping ada hukum
tertulis yang tidak dikodifikasikan. Hukum tertulis yang telah dikodifikasi
adalah Burgerlijk Berboek (BW) (diterjemahkan
secara salah kaprah sebagai “Kitab Undang-undang Hukum Perdata” dan Wetboek Van Koophandel (diterjemahkan secara salah kaprah sebagai
“Kitab Undang-undang Hukum Perdata” dan “Kitab Undang-undang Hukum Dagang”
tersebut benar-benar suatu kesalahan yang sangat fatal).
2.
Pembentuk Sistem Hukum
a.
Hukum Adat
Sejarah
hukum Adat di Indonesia di mulai sejak zaman Malaio Polinesia, yaitu zaman dimana nenek moyang bangsa Indonesia
tersebar mengarungi lautan di antara pulau Madagskar di sebelah Barat pulau
Taiwan dan kepulauan Hawai di sebelah Utara, sampai pulau Paska di sebelah
timur. Pada zaman ini, segala sesuatunya bersumber pada pusat kesaktian, magi
dan animisme. Sampai dewasa ini di dalam upacara-upacara adat alam kesaktian
itu masih nampak pengaruhnya. J. Mallinckroodt memberikan pernyataan bahwa hukum
adat
Kalimantan itu berdasarkan kepada kepercayaan asli kepada benda halus
yang disebut mugi. (Hilman Hadikusuma, 1978;17).
Zaman berikutnya adalah Zaman
Hindu, di Indonesia yang berlaku
selama 15 abad dan selama masa itu Indonesia memiliki kebudayaan yang tinggi,
dikarenakan terjadinya bentuk negara dan berkembangnya perekonomian. Pada Zaman
Hindu ini, tercatat pada abad ke-6 dengan ajanya yang disebut Kaudinya memiliki 136 desa, memiliki
pemerintah yang memiliki pegawai tinggi dengan sebutan “Tu-ka-ya-na” dan
pegawai rendah disebut “Tu-ka-si-na,” dengan hukum pidana yang beraku adalah
potong tangan bagi kejahatan pembunuhan atau pencurian dan diikat dengan rantai
untuk perbuatan zina.
b.
Hukum Islam/Agama
Hukum
Islam telah ada di Kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan
bermukim di nusantara ini, yaitu pada abad pertama Hijriah atau pada abad
ketujuh Masehi sebelum masuknya kolonialisasi di Indonesia. Masa ini terjadi
pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang memberlakukan hukum
Islam dan corak pemerintahan Islam. Proses Islamisasi Hukum
Islam terjadi pada awalnya di lakukan oleh saudagar-saudagar Arab dan
masyarakat Indonesia dengan cara kontak dagang dan perkawinan. Kontak dagang
dan perkawinan dengan orang Indonesia dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah
nilai-nilai Islam yang disesuaikan dengan budaya setempat. Pembentukan keluarga
Islam inilah kemudian menjadi masyarakat Islam di Indonesia.
Setelah hukum
Islam mengakar kemudian tugas saudagar di gantikan oleh Ulama untuk
melaksanakan syiar Islam di Indonesia, dari ulama inilah kemudian raja-raja
belajar Islam dan memberlakukan hukum Islam walaupun tidak secara
penuh. Sebagai contoh Sultan Pasai pada tahun 1345 M di pegang oleh Sultan
Malik Al-Zahir adalah seorang Fukaha yang menyebarkan mazhab Syafi’i di
Indonesia.
Secara
yuridis raja-raja di Indonesia memberlakukan hukum Islam akan tetapi
tidak dalam konteks peraturan atau perundang-undangan kerajaan. Hukum
Islam diberlakukan dalam konteks ijtihad ulama, permasalahan-permasalahan
yang terjadi terkadang tidak bisa di selesaikan oleh perundang-undangan
kerajaan maka terkadang di tanyakan kepada Ulama. Saat itulah ulama melakukan
ijtihad atau menyandarkan pendapatnya kepada kitab-kitab fikih. Dengan pola ini
mazhab imam 4 Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hambali berkembang di Indonesia
hingga saat ini. Sistem hukum Islam terus berjalan bersamaan dengan
sistem hukum adat di Indonesia hingga masuknya kolonialisasi yang dilakukan
oleh negara-negara barat di Indonesia.
c.
Hukum Barat/Eropa/Kontinental
Di
belanda, BW berlaku sejak 1 Oktober 1838 berdasarkan Dekrit Belanda 10 april
1838 yang di muat dalam Staatsblad No. 12/1838. Pada saat itu, Belanda memiliki
negara jajahan, yaitu Hindia Belanda, sehingga mulai dipikirkan bagaimana
memberlakukan BW tersebut di Hindia Belanda.
Pada
tahun 1847, berdasarkan pengumuman Gubernur Jenderal Hindia Belanda, BW yang
ada beberapa bagian disesuaikan dan ditambahkan tersebut diberlakukan di Hindia
Belanda pada tanggan 1 Mei 1848.
Pemberlakuannya
didasarkan pada asa korkordansi atau Concordantie
Beginsel yang tercantum pada Pasal
131 Indische Sattsregeling (IS) yang berisi aturan-aturan pemerintah Hindia
Belanda yang terdiri dari 187 pasal, dan mulai berlaku sejak 1926 berdasarkan Staatblad 1925-577. Pasal 131 IS
tersebut sebagai dasar berlakunya BW dan WvK di Hindia Belanda.
#Daftar Pustaka: Nursadi, Harsanto. 2014. Sistem Hukum Indonesia. Banten: Universitas Terbuka.
#Daftar Pustaka: Nursadi, Harsanto. 2014. Sistem Hukum Indonesia. Banten: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar